Sekitar dua minggu setelah kelahiran Putra pertama , sang bayi mungil yang diberinama Ahmad Qusyairi, Abdul Ghani (ayah Abah Guru Sekumpul) berkeinginan memboyong kembali keluarganya dari desa Tunggul irang seberang kekampung yang asalnya yaitu keraton. keraton yang telah ditinggalkan berbulan bulan, menyirat kerinduan Abdul Ghani terhadap kampung kelahirannya, ini kampung yang sesungguhnya sangat damai dan tenang. namun kedatangan tentara kolonial dai nippon atau tentara jepanglah yang membuat Abdul Ghani dan keluarganya harus meninggalkan keraton dan mengunggsi diruah Abdullah family istrinya Masliah ( ibu Abah Guru Sekumpul).
Malam itu terasa amat mencekam, informasi yang sampai ke telinga keluarga Abdul Ghani menyatakan bahwa di kota Martapura malam itu tentara jepang menjaga ketat seluruh jalan. lebih dari itu mereka juga memberlakukan jaga malam, dan mngultimatum warga agar jangan keluar malam hari. siapapun yang mencoba untuk berjalan malam dijalan umum akan di tembak ditempat,kata ultimatum itu lebih lanjut.
Namun tekat dan niat yang bulat dari Abdul Ghani seakan membuyarkan semua itu, Apalagi untuk menuju kampung keraton, ia sekluarga menggunakan mobil butut atau mobil jamban milik seseorang,
yang dikemudikan oleh Habib Hasan, seorang Sayyid yang masih tinggal di Tunggul Irang itu, Meski masih diliputi rasa khawatir dan was was, namun di iringi sebuah doa dan permohonan kepda Allah SWT, Abdul Ghani dan keluarga meninggalkan kampung Tunggul Irang.
sampai dikota Martapura nampak brikade dan penjaggan tentara Jepang, memang terlihat sangat kuat disana sini dijaga sangat ketat. Tentara Jepang bermata sipit itu kelihatan sangat siaga memantau keadaan, sehingga segala akses jalan seakan tidak bisa ditembus. dijalan tidak seorangpun penduduk Martapura yang berani melanggar Ultimatum tentara dai nippon. kerena siapapun tahu bahwa tentara jepang tidak main main.
Sementara itu, mobil yang ditumpangi keluarga Abdul Ghani pun terus meluncur, tanpa memperdulikan penjagaan ketat itu. Semua memasang wajah tegang dan rasa khawatir, jika sampai mobil ini di stop mereka. Namun keajaiban terjadi, barisan tentara jepang itu sama sekali tidak memperdulika dengan mobil yang lewat. Brikade tentara Jepang itupun bisa dilewati tanpa inseden. Dan Abdul Ghani pun bisa bernapas lega hingga sampai ke tempat tinggalnya di kampung keraton.
Sumber tulisan : 100 Karamah dan Kemulian Abah Guru Sekumpul.
Artikel Terkait
- Karamah Abah Guru Sekumpul : Mendatangi Murid Dari Alam Lain
- Karamah Abah Guru Sekumpul : Bangsa Jin Juga Hadir Di Majlis Pengajian Abah Guru Sekumpul
- Karamah Abah Guru Sekumpul : Guru Bakeri Dan Habib Abu Bakar Al-Habsyi Mekkah
- Karomah Abah Guru Sekumpul : Ketemu Sesudah Beliau Wafat
- Karamah Abah Guru Sekumpul "Masuk Islamnya sang Pelukis"
- Karamah Abah Guru Sekumpul : Berbicara Dengan Orang Sudah Lama Wafat
- Karamah Abah Guru Sekumpul, Datang Diketahui Nama dan tempat Tinggalnya
- Karamah Abah Guru Sekumpul Mengetahui Yang Shubat
- Cerita Dari Hadhromaut
- Karamah Abah Guru Sekumpul : Perampok Yang Bertobat
- Karomah Abah Guru : ketajaman Batin Beliau Mengalahkan Alat Kedokteran USG
- 06 januari Milad H. Muhammad Amin Badali
- Pengalaman Seorang Santri Dengan abah Guru Sekumpul Sewaktu Mondok Di Darussalam Martapura
- Benci Menjadi Cinta Berkah Abah Guru Sekumpul
- Benarkah KIta Sudah Cinta Kepada Abah Guru Sekumpul..?
- Ahklak Abah Guru Sekumpul Yang Di Ceritakan Oleh Guru Zuhdi
- Mengikuti Akhlak Abah Guru Sekumpul
- Foto Abah Guru Sekumpul Di Sudan
- Mengingat Kembali Pepadah Abah Guru Sekumpul
- Mutolaah Pengajian Abah Guru Sekumpul
nice and perfect
BalasHapuskeren abis
BalasHapus