Kita telah membahas sebelum ini satu kaidah bahwa hukum asal segala benda itu adalah tidak najis kecuali bila ada keterangan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits bahwa benda itu najis, barulah kita menganggapnya najis. Tetapi dalam pembahasan ini perlu pembaca sekalian memahami bahwa ada beberapa benda yang sesungguhnya tidak najis, tetapi oleh banyak orang dianggap najis. Benda-benda yang tidak tergolong najis itu ialah:
1). Air mani manusia Muslim. Air mani merupakan pengecualian dari ketentuan tentang najisnya segala perkara yang keluar dari dua jalan, walaupun keluarnya mani menyebabkan batalnya wudlu. Yang demikian ini karena adanya beberapa riwayat Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu `anha tentang tidak najisnya air mani seorang Muslim. Aisyah menyatakan:
“Sungguh aku pernah melihat mani kering di baju Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan aku mengeriknya dalam keadaan kering itu dengan kukuku.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabut Thaharah bab Hukmul Mani hadits ke 290 dari Abdillah bin Syihab Al-Khaulani).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan: “Dan banyak dari para ulama berpendapat bahwa mani itu adalah suci. Telah diriwayatkan yang demikian ini adalah pendapatnya Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas, Ibnu Umar, Aisyah, Daud (yakni Adl-Dlahiri), Ahmad (yakni: bin Hanbal) dalam riwayat yang shahih dari dua riwayat tentang pendapat beliau, dan yang demikian ini pula merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i dan juga pendapat para Ahli Hadits.” ( Syarah Shahih Muslim lin Nawawi juz 3 hal. 530).
2). Kotoran dan air kencing hewan yang dagingnya halal dimakan. Seperti kotoran dan kencing kambing, sapi, unta dan lain-lainnya. Karena Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang-orang Uraniyyin (yakni orang-orang dari suku Urainah) untuk berobat dari penyakit perut yang dideritanya dengan minum air kencing unta dan air susunya. Demikian diriwayatkan oleh Anas bin Malik dalam Shahih Bukhari Kitabul Wudlu’ bab Abwabil Ibil wad Dawab hadits ke 233. Juga Anas meriwayatkan sebagaimana dalam Shahih Bukhari hadits ke 234 bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat di tempat tambatan kambing sebelum dibangunnya masjid beliau di Madinah. Maka dua riwayat tersebut menunjukkan bahwa kencing unta bukanlah benda najis, sebab kalau ia adalah benda najis, tidak mungkin dijadikan obat oleh beliau, karena beliau tidak akan menjadikan sesuatu yang najis atau haram untuk dijadikan obat. Demikian pula tentang air kencing dan kotoran kambing, bila dianggap najis maka tidak mungkin beliau shalat di tempat tambatan kambing. Cukuplah alasan menunjukkan tidak najisnya kotoran dan air kencing kambing. Sehingga dipahami dari dua riwayat tersebut bahwa hewan yang oleh Allah Ta`ala dagingnya halal dimakan, maka air kencing dan kotorannya tidaklah najis.” (Lihat Majmu’ Fatawa , Ibnu Taimiyah jilid 21 hal. 534 – 587).
3). Bekas air mandi dan air wudlu seorang Muslim pria maupun wanita tidaklah najis. Demikian pula bersalaman dengan seorang Muslim yang sedang dalam keadaan junub, tidak pula najis. Karena adanya penegasan yang demikian dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam :
“Hanyalah seorang Muslim itu tidaklah najis.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabul Haidl bab Ad-Dalil `ala `Annal Muslima la Yanjus dari Hudzaifah hadits ke 372)
Dari Ibni Abbas radliyallahu `anhuma , dia berkata: Bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mandi dengan air bekas mandinya Maimunah.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabul Haidl hadits ke 323).
4). Darah atau nanah yang keluar dari tubuh seorang Muslim dan darah itu bukan keluar dari qubul ataupun dubur , maka darah ini juga tidak teranggap najis. Karena telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan nya bahwa seorang shahabat Nabi dari kalangan Anshar ketika sedang menjaga suatu lembah dari serangan musuh, dia menyibukkan diri dengan shalat. Ketika itu dia terkena panah musuh dalam keadaan shalat dan mengalirlah darah dari luka yang dideritanya. Shahabi tersebut tidak membatalkan shalatnya, yang berarti menunjukkan bahwa darah yang keluar dari selain dua jalan, tidaklah dianggap najis dan tidak membatalkan wudlu. (Lihat Sunan Abi Dawud Kitabut Thaharah bab Wudlu’ minad Dam hadits ke 198 dari Jabir radliyallahu `anhu . Juga lihat Syarhus Sunnah Al-Baghawi Kitabul Haidl bab Man Shalatahu Addam riwayat ke 330 jilid 1 hal. 425 – 426).
5). Sesuatu yang keluar dari mulut karena muntah atau pun ingus atau ludah seorang Muslim juga tidak dianggap najis. Al-Imam Ibnu Hazmin rahimahullah menerangkan: “Alasan bagi kami bahwa tidak ada kewajiban wudlu ketika terkena perkara-perkara tersebut ialah karena tidak ada keterangan dalam Al-Qur’an dan tidak pula dalam hadits. Bahkan tidak ada dalam ijma’ (kesepakatan para shahabat Nabi) yang mewajibkan orang untuk berwudlu karenanya.” ( Al-Muhalla , Ibnu Hazm, jilid 1 hal. 236 masalah ke 169)
0 komentar:
Posting Komentar