Muhammad Tsani dilahirkan di Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada tahun 1918 M. ayahnya bernama H. Zuhri, dan saat ia dilahirkan ayahnya sedang merantau ke Negeri Perak, Malaysia.
Pada saat muda ia belajar di madrasah Ibtidaiyyah Sei Pandan, Alabio, kampung halamannya dan menamatkan pada tahun 1363 H. Setiap hari dihabiskannya untuk belajar ilmu pengetahuan agama islam dengan sistem salafiah di berbagai kampung di Kalimantan Selatan, kepada para ulama yang hidup di masa itu, yang waktu itu terdapat banyak ulama alumnus dari kota Mekkah dan alumnus Mesir. Di daerah Nagara ia sempat menimba ilmu kepada muallim KH. Ahmad Nagara.
Ia sangat rajin membaca kitab-kitab kuning, apalagi ia harus hijrah ke Banjarmasin, di mana seseorang harus banyak membaca dan belajar. Belajar mandiri atau otodidak itu teru menerus dikembangkannya hingga akhir hayatnya.
Sejak muda perjalanan hidupnya sarat dengan upaya perjuangan untuk memajukan perjuangan untuk memajukan dunia pendidikan di masyarakat. Ia banyak mengedepankan masalah fiqih dan tasauf berintikan keikhlasan manusia. Ia juga aktif sebagai muballigh atau sebagai guru agama di mesjid, langgar dan rumah-rumah. Di kota Banjarmasin ia sangat dikenal, khususnya di daerah pasar lama, di mana ia tinggal. Ia juga dikenal sebagai seorang pedagang, khususnya masyarakat alabio, ia dikenal sebagai tuan guru mereka. Faktor pedagang atau ekonomi inlah nantinya yang menjadi faktor utama yang dimafaatkan tuan guru KH. Muhammad Tsani dan kawan-kawannya dalam pendirian pondok pesantren.
Warga kawasan aAntasari Timur, Banjarmasin, di mana ia tinggal, biasa memanggilnya dengan sebutan guru Tani, namun dikalangan pondok pesantren al-falah mereka lebih suka memanggilnya dengan sebutan muallim Tsani, ia dikenal sebagai ulama yang sederhana dan ikhlas dalam berbuat dan bertindak.
Sudah menjadi kebiasaan dalam bulan Ramadhan ia selalu menjamu membukakan orang yang berpuasa di rumahnya. Dan setiap tahun ia menunaikan ibadah haji, yang biasanya ia membawa rombongan ke mekkah al-mukarramah. Tercatat dalam hidupnyaia telah melaksanakan rukun islam yang kelima, yaitu naik haji ke mekkah, sebanyak 22 kali, baik sendirian maupun bersama rombongan.
Dalam perjuangannya di dunia pendidikan ia juga ikut berpartisipasi aktif dan mempunyai andil besar pada pembangunan Pondok Pesantren Darul Ma’rif di Jakarta dan Ummul Qura di Cibodas yang diprakarsai oleh Dr. KH. Ideham Khalid, dengan mengirimkan kayu ulin ke jawa untuk keperluan pembangunan pondok pesantren. Setelah pembangunan selesai ia mendapat tawaran dari Dr. KH. Ideham Khalid untuk memimpin pondok pesantren tersebut. Namun tawaran itu ditolaknya dengan halus. Ia mengatakan bahwa masyarakat Kalimantan Selatan khususnya dan Kalimantan umumnya perlu mendapat perhatiannya. Ia sangat peka sekali dalam menganalisa nilai-nilai pendidikan di suatu daerah. Ia berpendapat bahwa masyarakat Kalimantan masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan daerah lain di Nusantara ini.
Kalimantan sangat jauh ketinggalan dalam segala bidang, khususnya dalam bidang pendidikan pondok pesantren. Inilah rupanya salah satu pemikiran yang menjadi cikal bakkal yang kemudian menjelma pondok pesantren al-falah putra . kemudian diperkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1984 didirikan pula pondok pesantren al-falah putri yang berlokasi bersebelahandengan pondok pesantren putra.
Sosok tuan Guru KH. Muhammad Tsani adalah seorang ulama yang rendah hati, zuhud, ikhlas, qa’anah, syukur, tawakkal, ulet, pantang menyerah dan disegani orang. Ia dan para pendirinya bertekad untuk memajukan pendidikan, khususnya pendidikan pondok pesantren. Pondok pesantren menurutnya adalah satu-satunya cara terbaik mengantisipasi ekses-ekses negative bagi anak-anak. Dan dengan pendidikan pondok pesantren pengkaderan ulama islam lebih optimal dan efektif. Pondok pesantren, menurutnya, mempunyai dua fungsi:
Centre of excellence, yang menangani kader-kader pemikir agama
Agent of development, yang menangani pembinaan pemimpin masyarakat, terutama di pedesaan.
Tidak mengherankan jika ulama pondok atau kiyai selalu didukung oleh kekuatan masyarakat, ini disebabkan karena para ulama selalu menyatu dengan umatnya. Dengan berdasarkan butiran mutiara itu ia dengan gigih berjuang tanpa pamrih untuk memajukan pon-pes al-falah dengan dukungan dari dewan pendiri lainnya untuk mencerdaskan kaum muslimin di kawasan ini. Baginya memberikan bimbingan bagi umatnya adalahkewajiban agama, kehormatan dan profesi hidupnya. Doktrin dan sabda Nabi saw. Terpatri didalam dadanya yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim yang artinya : Dengan sebab perantaraan kamu Allah member petunjuk seseorang itu lebih baik bagimu daripada dunia dan segala isinya.
Hal lain yang mengilhami pendirian pon-pes al-falah adalah al-Mukarram al-Habib Husein dari jawa, yang dalam kunjungannya di Kalimantan Selatan menyatakan dengan jelas, “Alangkah menyedihkan orang alabio tidak punya pesantren padahal mempunyai potensi”.
Seperti diketahui Amuntai pon-pes Rasydiyah Kalidiyah (Rakha), Barabai mempuntai pon-pes Ibnul Amin, Pamangkih, dan Martapura, kota intan Martapura dan serambi Mekkah mempunyai pon-pes Darussalam yang sangat terkenal dan sudah lama berdiri serta sudah banyak menghasilkan ulama.
Maka pada tanggal 9 Juni 1974 atau 19 Rabiul Awwal 1394 H didirikan pon-pes al-Falah dengan Akte Notaris Bachtiar Banjarmasin Nomor 38 tanggal 19 Juli 1985.
Bagi tuan guru KH. Mahammad Tsani sudah merupakan jiwa atau ruhnya, siang malam ia memikirkan pendanaan serta pembangunan untuk kemajuan dan keberhasilan untuk pendidika di pondok. Untuk mencari dana ia tidak saja menghubungi tokoh-tokoh atau para hartawan yang ada di daerah, tetapi mengusahakan pencarian dana tersebut hingga ke luar negeri, yaitu ke kota mekkah al-Mukarramah dan Madinatul Munawwarah.
Kerena hamper setiap tahunnya ia pergi berhaji ke kota Mekkah maka kesempatan ini dimanfaatkannya mencari dana untuk pembangunan pondok. Ia rajin melobi tokoh-tokoh Arab Saudi. Untuk urusan luar negeri ia kadang dibantu oleh bapak H. Muhammad Subli di Jakarta, seorang yang berasal dari Alabio, yang berprofesi pengusaha jasa pemberangkatan jamaah haji dan umrah.
Ia merupakan sosok ulama yang kreatif dalam upaya pembangunan sarana pendidikan agama dan menerapkan sistem yang baik dalam pencarian biaya pembangunannya. Ia selalu menekankan bahwa Pon-Pes al-Falah adalah milik seluruh kaum muslimin, maka sudah harus sepantasnya kita semua harus menjaga, memajukan serta bertanggungjawab untuk keberlangsungan pondik tersebut.
Untuk pencarian dana di kota Banjarmasin ia dibantu oleh para pedagang di pasar-pasar, seperti pasar ujung murung, pasar besar, pasar PPKE, pasar lima dan lainnya. Khususnya pedagang atau pengusaha asal alabio yang berada di Banjarmasin. Sampai-sampai tuan guru KH. Muhammad Tsani diberi gelar oleh mereka Tukang Tagih Pajak, ini disebabkan ketegasannya dalam melaksanakan penagihan, juga disebabkan besarnya sumbangan ditentukan atau ditaksir sendiri olehnya, ini berlaku jika si pedagang seorang yang pelit, atau kata orang banjar ingkin barajut (sangat pelit).
Berkat kegigihannya dalam pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan, kini pon-pes al-Falah mengasuh tiga ribuan santri dari berbagai daerah, yang mengisi berbagai jenjang pendidikan di pon-pes al-Falah, dari jenjang pendidikan persiapan (thajizi) selama setahun, jenjang pertama (tsanawi) selama tiga tahun, dan jenjang atas (aliah) juga selama tiga tahun. Untuk jenjang pertama dan jenjang atas statusnya dipersamakan. Pon-Pes al-Falah juga memiliki pendidikan tingkat tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah dengan jurusan pendidikan (tarbiyah). Sekitar 70% pengelola pendidikan di Pon-pes al-Falah berasal dari alumni pondok sendiri.
Sebagian besar alumni pon-pes al-Falah melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi, baik dalam negeri maupun luar negeri, terutama timur tengah, al-Azhar, Mesir, Madinah Islamic Centre, Saudi Arabia dan Universitas al-Ahqaf, yaman dan bahkan ada yang melanjutkan Universitas di Barat, yaitu Eropa.
Akhirnya pada malam senin tanggal 11 Muharram 1407 H bertepatan dengan tanggal 14 September 1986 M, Tuan guru KH. Muhammad Tsani pendiri pon-pes al-Falah berpulang ke rahmatullah dengan tenang di kediamannya, yaitu di Antasari Kecil Timur, Banjarmasin.
Hujan air mata dari para santri serta kaum muslimin.pada hari itu dunia pendidikan kehilangan seorang ulama yang zuhud dan mukhlis, dengan meninggalkan sebuah karya yang abadi, karena ilmu yang bersambung. Ia meninggalkan cahaya yang terang dimana orang-orang dapat berjalan dengan aman karena cahaya tersebut. Ia dimakamkan di komplek pon-pes al-Falah Putra, tepatnya di depan kantor pon-pes al-Falah Putra.
Semoga ruhnya ditempatkan oleh Allah SWT di surge bersama Baginda Nabi Muhammad saw. Amin.
Pada perkembangannya Pon-Pes al-Falah sekarang ini mempunyai lebih tiga ribu santri, baik putra maupun putri yang dating dari berbagai daerah di Kalimantan untuk menuntut ilmu di pondok tersebut, kebanyakan santri tinggal dan memondok di dalam komplek pondok pesantren.
Adapuntingkatan pendidikan yang ada di pon-pes al-Falah sekarang adalah :
- Tajhiziyyah (persiapan) 1 tahun
- Tsanawiyyah (pon-pen dan program kesetaraan, status diakui) 3 tahun
- Aliyah (pon-pen dan program kesetaraan, status diakui) 3 tahun
- Perguruan Tinggi STAI al-Falah, Fakultas Tarbiyah.
Dari sebagian alumnus santri pondok kebanyakan di antaranya yang melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi yang ada di tanah air dan yang berada di luar negeri, di antaranya :
- Mesir
- Mekkah
- Madinah
- Yaman
- Dan lain-lain
Adapun kebanyakan dari tenaga pengajar, lebih dari 70%, baik di pondok putra maupun pondok putri adalah alumnus Pon-Pes al-Falah sendiri yang mana mereka telah menyelesaikan studinya di berbagai perguruan tinggi atau pon-pes lainnya, kemudian kembali ke pon-pes al-Falah untuk mengajar dan mengabdikan dirinya.(fy)
0 komentar:
Posting Komentar