Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Di antara sifat fi’liyyah (yaitu sifat yang berkaitan dengan perbuatan) Allâh Azza wa Jalla adalah mencintai. Sifat ini ditetapkan oleh Allâh Azza wa Jalla di dalam kitab suci-Nya dan ditetapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan kemudian disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karena itu, kita wajib mengimani dan menetapkan sifat ini bagi Allâh Azza wa Jalla dan tidak boleh mentakwilkannya dan tidak boleh memberi arti lain, karena itu termasuk menyimpangkan maknanya.
DALIL-DAIL AL-QUR’AN
Diantara dalil-dalil dari kitab suci al-Qur’an yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allâh, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berbuat baik. [Al-Baqarah/2:195]
Juga firman Allâh Azza wa Jalla :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allâh tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [Al-Mumtahanah/60: 8]
DALIL-DALIL AS-SUNNAH
Adapun penetapan sifat mencintai bagi Allâh Azza wa Jalla di dalam Sunnah, antara lain sebagai berikut:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ :لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat perang Khaibar bersabda, “Sungguh aku akan menyerahkan bendera (komando perang) ini besok pagi kepada seorang laki-laki yang Allâh akan memberikan kemenangan lewat kedua tangannya. Laki-laki itu mencintai Allâh dan Rasûl-Nya, Allâh dan Rasûl-Nya juga mencintainya”. [HR. Al-Bukhâri, no. 2942; Muslim, no. 6376]
Hal ini juga ditetapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini:
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ، الْغَنِيَّ، الْخَفِيَّ
Dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh mencintai seorang hamba yang bertaqwa, kaya (hatinya), dan tersembunyi (yakni: orang yang fokus beribadah dan mengurusi dirinya sendiri-pent)”. [HR. Muslim, no. 2965]
DALIL IJMA’
Demikian pula sifat ini disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya al-Kitab, as-Sunnah, dan Ijma’ kaum Muslimin menetapkan adanya sifat mencintai bagi Allâh kepada para hamba-Nya, kaum Mukminin, dan mereka cinta kepada-Nya, seperti firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
Adapun orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allâh. [Al-Baqarah/2: 165]
Juga firman-Nya:
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Allâh mencintai mereka dan mereka-pun mencintai Allâh. [Al-Maidah/5:54]
… dan Salaf umat ini dan para imam umat telah sepakat menetapkan adanya sifat mencintai bagi Allâh Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya, kaum Mukminin, dan kecintaan mereka kepada-Nya. Dan ini adalah prinsip agama sang kekasih Allâh, imamul hunafa’ (pemimpin orang-orang yang lurus; yakni Nabi Ibrahim-pen)”. [Majmû’ Fatâwâ, 2/354]
Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hammâdah al-Jibrin berkata, “Salaf telah sepakat dalam menetapkan sifat mencintai bagi Allâh Azza wa Jalla , dan itu adalah sifat hakiki, tidak menyerupai sifat makhluk. Allâh Azza wa Jalla mencintai makhluk-Nya yang Dia kehendaki”. [Tas-hîl al-Aqîdah al-Islâmiyah, hlm. 140]
Syaikh ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqaf berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan sifat mencintai bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Mereka mengatakan, ‘Itu adalah sifat hakiki bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan keagungan-Nya. Sifat mencintai bagi Allâh ini bukan kehendak memberi pahala, sebagaimana dita’wilkan (yakni dirubah maknanya-pen) oleh Muawwillah (golongan yang melakukan ta’wil). Ahlus Sunnah juga menetapkan konsekwensi dan dampak dari sifat mencintai bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala, yaitu kehendak untuk memberi pahala dan memuliakan orang-orang yang mencintai-Nya”. [Shifatilah ‘Azza wa Jalla al-Wâridah fil Kitâb was Sunnah, hlm. 122]
DALIL AKAL
Selain dalil-dalil di atas, sebagian Ulama menetapkan sifat mencintai bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan dalil akal. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan, ‘Kami katakan, kami akan menetapkan sifat mencintai bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan dalil-dalil akal, sebagaimana sifat ini telah pasti menurut kami dengan dalil-dalil wahyu. Ini untuk mendebat orang yang mengingkari penetapan sifat ini dengan akal. Dengan taufiq Allâh Azza wa Jalla kami katakan, ‘Pemberian balasan kepada orang-orang yang taat dengan surga, pertolongan, bantuan, dan lainnya, tanpa keraguan ini menunjukkan sifat mencintai bagi Allâh (kepada para hamba-Nya yang beriman). Kita melihat dengan mata kita, mendengar dengan telinga kita, tentang orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian, bahwa Allâh Azza wa Jalla memberikan bantuan kepada para hamba-Nya yang beriman, memberi pertolongan dan balasan. Tidakkah ini kecuali sebagai bukti kecintaan Allâh Azza wa Jalla kepada orang-orang yang Allâh Azza wa Jalla berikan bantuan, pertolongan dan balasan kebaikan?”. [Syarah al-‘Aqîdah al-Wasithiyah, 241, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin]
PENGARUH KEIMANAN KEPADA SIFAT MENCINTAI BAGI ALLAH WA ZALLA
Jika manusia benar-benar meyakini sifat Allâh Azza wa Jalla yang mencintai para hamba-Nya, maka ini akan sangat berpengaruh terhadap perilakunya. [Lihat Syarah al-‘Aqîdah al-Wasithiyah, 243-244, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin]
Ketika kita mendengar firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berbuat baik. [Al-Baqarah/2: 195]
Ini mengharuskan kita berbuat ihsan (kebaikan kepada orang lain), kita bersemangat berbuat ihsan, karena Allâh Azza wa Jalla mencintainya, dan segala sesuatu yang Allâh Azza wa Jalla cintai, maka kita akan bersemangat untuk melakukannya.
Ketika kita mendengar firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allâh mencintai orang-orang yang berlaku adil. [Al-Hujurat/49: 9]
Ini mengharuskan kita berbuat adil, dan kita bersemangat berbuat adil.
Ketika kita mendengar firman Allâh Azza wa Jalla :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allâh mencintai orang-orang yang bertakwa.[At-Taubat/9: 7]
Ini mengharuskan kita bertakwa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Kita tidak takwa kepada makhluk, dengan arti jika di dekat kita ada orang yang kita malu kepadanya, kita meninggalkan maksiat, namun jika dia tidak ada, maka melakukan maksiat. Takwa adalah kita bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dan manusia tidak penting bagi kita di dalam berbuat ketaqwaan.
DAMPAK CINTA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA KEPADA HAMBA-NYA
Jika Allâh Azza wa Jalla mencintai hamba-Nya, maka sesungguhnya banyak sekali keutamaan dan kebaikannya. Antara lain yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي جِبْرِيلُ فِي السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، وَيُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ “
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allâh Tabaraka wa Ta’ala mencintai seorang hamba, Allâh menyeru kepada Jibril, “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru di langit, “Sesungguhnya Allâh mencintai Fulan, maka cintailah dia (wahai para malaikat)!” Maka penduduk langit mencintainya. Dan Allâh menjadikan dia diterima di bumi (yakni dicintai orang-orang shalih di bumi-pen) [HR. Al-Bukhâri, no. 7485; Muslim, no. 2637; dan ini lafazh al-Bukhâri]
Terakhir bahwa meraih kecintaan Allâh Azza wa Jalla adalah dengan beribadah kepada-Nya dengan ibadah yang wajib, kemudian ibadah sunnah, sehingga menjadi hamba yang dekat dan dicintai oleh-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar