Rabu, 28 Juni 2017

Benda Benda yang Tidak Tergolong Najis



Kita telah membahas sebelum ini satu kaidah bahwa hukum asal segala benda itu adalah tidak najis kecuali bila ada keterangan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits bahwa benda itu najis, barulah kita menganggapnya najis. Tetapi dalam pembahasan ini perlu pembaca sekalian memahami bahwa ada beberapa benda yang sesungguhnya tidak najis, tetapi oleh banyak orang dianggap najis. Benda-benda yang tidak tergolong najis itu ialah:

1). Air mani manusia Muslim. Air mani merupakan pengecualian dari ketentuan tentang najisnya segala perkara yang keluar dari dua jalan, walaupun keluarnya mani menyebabkan batalnya wudlu. Yang demikian ini karena adanya beberapa riwayat Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu `anha tentang tidak najisnya air mani seorang Muslim. Aisyah menyatakan:

“Sungguh aku pernah melihat mani kering di baju Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan aku mengeriknya dalam keadaan kering itu dengan kukuku.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabut Thaharah bab Hukmul Mani hadits ke 290 dari Abdillah bin Syihab Al-Khaulani).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan: “Dan banyak dari para ulama berpendapat bahwa mani itu adalah suci. Telah diriwayatkan yang demikian ini adalah pendapatnya Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas, Ibnu Umar, Aisyah, Daud (yakni Adl-Dlahiri), Ahmad (yakni: bin Hanbal) dalam riwayat yang shahih dari dua riwayat tentang pendapat beliau, dan yang demikian ini pula merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i dan juga pendapat para Ahli Hadits.” ( Syarah Shahih Muslim lin Nawawi juz 3 hal. 530).

2). Kotoran dan air kencing hewan yang dagingnya halal dimakan. Seperti kotoran dan kencing kambing, sapi, unta dan lain-lainnya. Karena Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang-orang Uraniyyin (yakni orang-orang dari suku Urainah) untuk berobat dari penyakit perut yang dideritanya dengan minum air kencing unta dan air susunya. Demikian diriwayatkan oleh Anas bin Malik dalam Shahih Bukhari Kitabul Wudlu’ bab Abwabil Ibil wad Dawab hadits ke 233. Juga Anas meriwayatkan sebagaimana dalam Shahih Bukhari hadits ke 234 bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat di tempat tambatan kambing sebelum dibangunnya masjid beliau di Madinah. Maka dua riwayat tersebut menunjukkan bahwa kencing unta bukanlah benda najis, sebab kalau ia adalah benda najis, tidak mungkin dijadikan obat oleh beliau, karena beliau tidak akan menjadikan sesuatu yang najis atau haram untuk dijadikan obat. Demikian pula tentang air kencing dan kotoran kambing, bila dianggap najis maka tidak mungkin beliau shalat di tempat tambatan kambing. Cukuplah alasan menunjukkan tidak najisnya kotoran dan air kencing kambing. Sehingga dipahami dari dua riwayat tersebut bahwa hewan yang oleh Allah Ta`ala dagingnya halal dimakan, maka air kencing dan kotorannya tidaklah najis.” (Lihat Majmu’ Fatawa , Ibnu Taimiyah jilid 21 hal. 534 – 587).

3). Bekas air mandi dan air wudlu seorang Muslim pria maupun wanita tidaklah najis. Demikian pula bersalaman dengan seorang Muslim yang sedang dalam keadaan junub, tidak pula najis. Karena adanya penegasan yang demikian dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam :
“Hanyalah seorang Muslim itu tidaklah najis.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabul Haidl bab Ad-Dalil `ala `Annal Muslima la Yanjus dari Hudzaifah hadits ke 372)
Dari Ibni Abbas radliyallahu `anhuma , dia berkata: Bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mandi dengan air bekas mandinya Maimunah.” (HR. Muslim dalam Shahih nya Kitabul Haidl hadits ke 323).

4). Darah atau nanah yang keluar dari tubuh seorang Muslim dan darah itu bukan keluar dari qubul ataupun dubur , maka darah ini juga tidak teranggap najis. Karena telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan nya bahwa seorang shahabat Nabi dari kalangan Anshar ketika sedang menjaga suatu lembah dari serangan musuh, dia menyibukkan diri dengan shalat. Ketika itu dia terkena panah musuh dalam keadaan shalat dan mengalirlah darah dari luka yang dideritanya. Shahabi tersebut tidak membatalkan shalatnya, yang berarti menunjukkan bahwa darah yang keluar dari selain dua jalan, tidaklah dianggap najis dan tidak membatalkan wudlu. (Lihat Sunan Abi Dawud Kitabut Thaharah bab Wudlu’ minad Dam hadits ke 198 dari Jabir radliyallahu `anhu . Juga lihat Syarhus Sunnah Al-Baghawi Kitabul Haidl bab Man Shalatahu Addam riwayat ke 330 jilid 1 hal. 425 – 426).

5). Sesuatu yang keluar dari mulut karena muntah atau pun ingus atau ludah seorang Muslim juga tidak dianggap najis. Al-Imam Ibnu Hazmin rahimahullah menerangkan: “Alasan bagi kami bahwa tidak ada kewajiban wudlu ketika terkena perkara-perkara tersebut ialah karena tidak ada keterangan dalam Al-Qur’an dan tidak pula dalam hadits. Bahkan tidak ada dalam ijma’ (kesepakatan para shahabat Nabi) yang mewajibkan orang untuk berwudlu karenanya.” ( Al-Muhalla , Ibnu Hazm, jilid 1 hal. 236 masalah ke 169)


Pengertian Dan Keutamaan Thaharah


Secara bahasa, ath-thaharah maknanya ialah kesucian dan kebersihan dari segala yang tercela, baik dhahir maupun batin (Lihat Syarah Shahih Muslim lin Nawawi juz 3 hal. 455 dan Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi , Al-Mubarakfuri jilid 1 hal. 18). Sedangkan makna ath-thaharah dalam istilah fiqh ialah hilangnya perkara yang menghalangi sahnya shalat. Dan perkara yang menghalangi sahnya shalat itu ialah hadats atau najis. Sedangkan menghilangkan hadats atau najis itu dengan air atau debu. (Lihat Al-Mughni fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hanbal , Ibnu Qudamah, jilid 1 hal. 21).

Hadats itu ialah kondisi seorang Muslim yang sedang batal wudlunya karena keluarnya sesuatu dari dua jalan (yaitu jalan kemaluan depan yang diistilahkan dengan qubul dan jalan kemaluan belakang yang diistilahkan dengan dubur ), atau batalnya wudlu karena berhubungan badan antara suami dengan istri, yaitu ketika kemaluan pria telah masuk ke kemaluan wanita walaupun tidak keluar mani, maka batal pula wudlunya. Sehingga bila seseorang itu dikatakan ber hadats , maknanya ialah bila dia telah batal wudlunya karena sebab-sebab tersebut.

Jadi ath-thaharah itu menurut istilah fiqh maknanya ialah bila seorang Muslim telah bersih dari hadats dan najis sehingga secara dhahir dapat menunaikan shalat sebagaimana mestinya.



BEBERAPA KETENTUAN DI SEPUTAR HADATS

Istilah hadats telah dikenal para ahli fiqh yang diambil dari antara lain sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sebagaimana berikut ini:

Dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu , beliau berkata: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidak diterima shalatnya orang yang ber hadats sehingga dia berwudlu.” Berkata seseorang dari Hadramaut: “Apakah yang dimaksud hadats itu wahai Abu Hurairah?” Beliau menjawab: “Ialah keluar angin atau kentut.” (HR. Bukhari dalam Kitab Shahih nya, Kitabul Wudlu’ bab La Tuqbalus Shalatu bi Ghairi Thahur hadits ke 135)

Ibnu Hajar Al-Aqalani rahimahullah menerangkan: “Yang dimaukan dengan hadats ini ialah apa saja yang keluar dari dua jalan ( qubul dan dubur ). Abu Hurairah menafsirkan dengan secara khusus demikian adalah karena ingin memberikan peringatan tentang terjadinya hadats yang paling ringan, karena keluar angin atau ketut itu adalah hadats yang paling sering terjadi ketika dalam shalat. Dan adapun jenis hadtas yang lainnya telah diterangkan oleh para ulama, seperti menyentuh kemaluan, menyentuh perempuan, muntah sepenuh mulut, berbekam. Bisa jadi Abu Hurairah menerangkan demikian karena beliau tidak memandang hadats itu kecuali karena sesuatu yang keluar dari dua jalan sehingga hal-hal yang diterangkan para ulama tersebut tidak termasuk dalam perkara hadats . Demikian pula Al-Bukhari sependapat dengan Abu Hurairah.” ( Fathul Bari , Ibnu Hajar al-Asqalani, jilid 1 hal. 235)

Para ulama menerangkan bahwa hadats itu ada dua:

1). Al-Hadatsul Asghar , yakni hadats kecil yang meliputi segenap pembatal wudlu, yang hanya dihilangkan dengan berwudlu saja.

2). Al-Hadatsul Akbar , yakni hadats besar yang meliputi segenap pembatal wudlu yang harus dihilangkan dengan mandi yang disertai wudlu padanya dan mandi yang demikian ini dinamakan mandi junub.

Tetapi kemudian yang masyhur, hadats itu ialah pembatal-pembatal wudlu yang hanya dihilangkan dengan berwudlu saja atau yang dinamakan al-hadatsul ashgar ( hadats kecil). Sedangkan al-hadatsul akbar sering disebut junub, haidl atau nifas. (Lihat Mushannaf , Al-Imam Abdurrazaq bi Hammam As-Shan`ani, jilid 1 hal. 138 bab Al-Wudlu’ minal Hadats ).

KEUTAMAAN THAHARAH

Setelah kita mengerti perkara najis dalam pembahasan yang lalu dan perkara hadats , maka perlu juga kita mengerti keutamaan ath-thaharah di sisi Allah Ta`ala terutama dalam kaitannya dengan ibadah kepada Allah Ta`ala. Kita dapati antara lain firman Allah di dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan orang-orang yang melakukan amalan thaharah (bersuci).” ( Al-Baqarah : 222)

Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Berthaharah itu (yakni bersuci itu) adalah separoh dari iman.” (HR. Muslim dalam Shahih nya, Kitabut Thaharah hadits ke 223 dari Abi Malik Al-Asy’ari radliyallahu `anhu ).

Dan beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Kuncinya shalat itu ialah ber thaharah , dan pengharamannya (yakni mulai diharamkan berbicara dalam shalat) ialah takbir (yaitu takbir permulaan shalat atau dinamakan takbiratul ihram), dan penghalalannya ialah salam (yakni halal kembali berbicara setelah berakhirnya shalat dengan mengucapkan salam).” (HR. Tirmidzi dalam Sunan nya dari Ali. Abu Isa (yakni At-Tirmidzi) berkata: “Hadits ini paling shahih dan paling baik dalam bab ini.”).

Tata Cara Kaifiat Mandi Junub


Para ulama menyebutkan bahwa kaifiat mandi junub ada 2 cara:
1. Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam mandi junub.
2. Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan rukun dalam mandi junub.

(Lihat Al-Mughni: 1/287, Al-Majmu’: 2/209 dan Al-Muhalla: 2/28)
Kaifiat mandi yang mujzi’:

1. Niat.
2. Mencuci dari kotoran yang menimpa atau najis –kalau ada-.
3. Menyiram kepala sampai ke dasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air.

Ada beberapa dalil yang menunjukkan cara ini, diantaranya:

1. Firman Allah Ta’ala, “Dan kalau kalian junub maka bersucilah.” (QS. Al-Maidah: 6)
Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28), “Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan padanya.”

2. Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah -shalllallahu alaihi wasallam-, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mempunyai guungan rambut yang tebal, apakah saya harus membukanya saat mandi junub?” beliau menjawab, “Tidak perlu, yang wajib atas kamu hanyalah menuangkan air di atas kepalamu sebanyak tiga kali tuangan kemudian kamu menuangkan air ke seluruh tubuhmu. Maka dengan itu kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 742 dan selainnya)
3. Hadits Imran bin Hushain yang panjang dalam Ash-Shahihain, dia berkata, “Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda: Pergilah dan tuangkan air itu ke seluruh tubuhmu.”.(Lihat Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/424).
Kami katakan: Bagi mereka yang kekurangan air atau yang tidak punya banyak waktu untuk mandi -karena harus segera shalat atau selainnya-, maka hendaknya mereka cukup mengerjakan kaifiat ini karena ini adalah ukuran minimal syahnya mandi.

Kaifiat mandi sempurna:

Sifat mandi yang sempurna ada dua cara, disebutkan dalam hadits Aisyah dan Maimunah yang keduanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Berikut penyebutannya:
A. Cara mandi junub yang pertama:

Aisyah berkata, “Sesungguhnya kebiasaan Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kalau beliau mandi junub adalah: Beliau mulai dengan mencuci kedua (telapak) tangannya, kemudian beliau berwudhu (sempurna) seperti wudhu beliau kalau mau shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke dasar-dasar rambutnya, sampai tatkala beliau merasa air sudah membasahi semua bagian kulit kepalanya, beliau menyiram kepalanya dengan air sebanyak tiga kali tuangan, kemudian beliau menyiram seluruh bagian tubuh yang lainnya..” (HR. Al-Bukhari no. 248, 272 dan Muslim no. 316)

Kesimpulan cara yang pertama adalah:

1. Mencuci kedua telapak tangan tanpa ada pembatasan jumlah.
2. Berwudhu sempurna, dari mencuci telapak tangan sampai mencuci kaki. Jadi telapak tangannya kembali dicuci, berdasarkan lahiriah hadits.
3. Setelah berwudhu sempurna, beliau mengambil air dengan kedua telapak tangan beliau lalu menyiramkannya ke kepala seraya memasukkan jari jemari beliau ke bagian dalam rambut agar seluruh bagian rambut dan kulit kepala terkena air.
4. Setelah yakin seluruh bagian kulit kepala telah terkena air, beliau menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan.
5. Kemudian yang terakhir beliau menyiram seluruh tubuhnya yang belum terkena air.

B. Cara mandi junub yang kedua:

Ini disebutkan dalam hadits Maimunah, istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 259, 265, 266, 274, 276, 281 dan berikut lafazh gabungan seluruh riwayatnya:
Maimunah berkata, “Saya meletakkan air yang akan digunakan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk mandi lalu menghijabi beliau dengan kain. Maka beliau menuangkan air ke kedua (telapak) tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua kali atau tiga kali, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya dan bagian yang terkena kotoran, kemudian beliau menggosokkan tangannya ke lantai atau ke dinding sebanyak dua kali atau tiga kali. Kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung, kemudian beliau mencuci wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai siku), kemudian beliau menyiram kepalanya sebanyak tiga kali kemudian menuangkan air ke seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya lalu mencuci kedua kakinya.” Maimunah berkata, “Lalu saya membawakan sepotong kain kepada beliau (sebagai handuk) tapi beliau tidak menghendakinya lalu beliau mengusap air dari badannya dengan tangannya.” (Diriwayatkan juga yang semisalnya oleh Muslim no. 723)




Kesimpulan cara yang kedua:

1. Menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua atau tiga kali.
2. Mengambil air dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya, lalu beliau mencuci kemaluannya dengan tangan kirinya dan juga mencuci bagian tubuh yang terkena kotoran (madzi atau mani).
3. Menggosokkan tangan kirinya itu ke lantai atau dinding atau tanah untuk membersihkannya, sebanyak dua atau tiga kali.
4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya.
5. Mencuci wajah lalu mencuci kedua tangan sampai ke siku.
6. Lalu menyiram kepala sebanyak tiga kali siraman.
7. Menyiram seluruh bagian tubuh yang belum terkena air.
8. Bergeser dari tempatnya berdiri lalu mencuci kedua kaki.

Inilah dua kaifiat mandi junub sempurna yang setiap muslim hendaknya mengerjakan keduanya secara bergantian pada waktu yang berbeda, terkadang mandi junub dengan kaifiat Aisyah dan pada kesempatan lain dengan kaifiat Maimunah, wallahu a’lam.

Berikut beberapa permasalahan dalam mandi junub yang tidak tersebut pada kedua hadits di atas:

1. Wajibnya niat dan tempatnya didalam hati.
Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana dalam hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan -syah atau tidaknya- tergantung dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1 dan 54 dan Muslim no. 1907)

2. Hukum membaca basmalah.
Tidak disebutkan dalam satu nash pun adanya bacaan basamalah dalam mandi junub, karenanya kami berpendapat tidak adanya bacaan basmalah di awal mandi junub. Kecuali kalau dia membaca bismillah untuk gerakan wudhu yang ada di tengah-tengah kaifiat mandi, maka itu kembalinya kepada hukum membaca basmalah di awal wudhu. Dan telah kami bahas pada beberapa edisi yang telah berlalu bahwa hukumnya adalah sunnah.

3. Diharamkan seorang yang mandi junub untuk menceburkan dirinya ke dalam air yang diam seperti kolam dan sejenisnya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah secara marfu, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di dalam air yang diam sementara dia junub.” (HR. Muslim no. 283)

4. Disunnahkan untuk memulai dengan anggota tubuh bagian kanan. Aisyah berkata, “Kami (istri-istri Nabi) jika salah seorang di antara kami junub, maka dia mengambil air dengan kedua tangannya lalu meletakkannya di atas kepalanya. Salah satu tangannya menuangkan air ke bagian kepalanya yang kanan dan tangannya yang lainnya di atas bagian kepalanya yang kiri. Dia melakukan itu sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 277)

5. Bagi yang mengikat rambutnya, apakah dia wajib melepaskan ikatannya?
Imam Al-Baghawi berkata -tentang hadits Ummu Salamah yang telah berlalu di awal pembahasan- dalam kitab Syarh Sunnah (2/18), “Hadits inilah yang diamalkan di kalangan semua ahli ilmi, bahwasanya membuka kepang rambut tidak wajib pada mandi junub selama air bisa masuk ke dasar rambutnya.”Kami katakan: Kalau tidak bisa masuk maka wajib membukan ikatan rambutnya.

6. Bolehkah memakai handuk setelah mandi junub?
Wallahu a’lam, lahiriah hadits Maimunah di atas dimana Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menolak handuk yang diberikan oleh Maimunah, menunjukkan disunnahkannya untuk tidak membasuh badan dengan kain akan tetapi dengan tangan. Walaupun hukum asalnya adalah boleh membasuh tubuh dengan kain setelah mandi, hanya saja yang kita bicarakan adalah mana yang lebih utama.

7. Setelah mandi junub, seseorang boleh langsung shalat tanpa berwudhu kembali karena mandi junub sudah mencukupi dari wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah, “Adalah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud no. 172)

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny 1/289, “Mandi (junub) dijadikan sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib untuk tidak terlarang dari sholat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk (terwakili) ke dalam yang besar sebagaiamana halnya umrah di dalam haji.”

8. Tidak boleh menggabungkan antara mandi junub dengan mandi haid, karena kedua jenis mandi ini telah tegak dalil yang menerangkan wajibnya untuk mengerjakan masing-masing darinya secara tersendiri, karenanya tidak boleh disatukan pada satu mandi. Lihat pembasan masalah ini dalam Tamamul Minnah hal. 126, Al-Muhalla (2/42-47)
Adapun mandi junub dengan mandi jumat, maka boleh digabungkan. Berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Barangsiapa yang mandi pada hari jumat maka hendaknya dia mandi dengan cara mandi junub.” (HR. Ahmad)

Para ulama menerangkan bahwa pengamalan hadits di atas bisa dengan dua cara:

a. Apakah dia sengaja membuat dirinya junub yaitu dengan berhubungan dengan istrinya pada hari jumat, agar dia bisa mandi junub pada hari itu.
b. Ataukah dia mandi jumat dengan kaifiat mandi junub, walaupun dia tidak dalam keadaan junub, wallahu a’lam.

9. Dimakruhkan untuk berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air, baik dalam wudhu maupun dalam mandi junub. Ini berdasarkan dalil umum yang melarang untuk tabdzir (boros) dan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.

10. Cara mandi bersih dari haid/nifas sama dengan mandi junub kecuali dalam dua hal:
a. Disunnahkan setelah mandi untuk menggosok kemaluan dan yang bagian terkena darah dengan kapas atau yang semacamnya yang telah diolesi dengan minyak wangi. Ini untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara kalian (wanita haid) mengambil air yang dicampur dengan daun bidara lalu dia bersuci dan memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya seraya menggosoknya dengan gosokan yang kuat sampai air masuk ke akar-akar rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Kemudian dia mengambil secarik kain yang telah dibaluri dengan minyak misk lalu dia berbersih darinya.” Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas darah.” (HR. Muslim no. 332 dari Aisyah)

b. Disunnahkan mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana dalam hadits di atas.


Selasa, 27 Juni 2017

Zakat Fitrah Menurut Imam Syafi'i


dan ini nasehat buat para petugas pengumpul zakat yang berada di masjid,langgar,madrasah maupun pos desa.

kata imam syafi'i:

ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻚ ﺇﺫا ﻛﺎﻧﺖ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﺮﺿﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﺃﻥ ﻳﻌﻮﺩ ﺇﻟﻴﻚ ﻣﻨﻬﺎ ﺷﻲء،

bila zakat itu sebuah zakat kefardhuan yang wajib engkau keluarkan (untuk dirimu dan tanggunganmu),maka zakat yang sudah kamu keluarkan tadi,tidak boleh kembali lagi kepada kamu sedikit pun, walaupun sebutir beras andainya itu zakat fitrah, (naah praktik ini sering dpraktikkan para amil gadungan yang sering nongkrong dimasjid2,mushalla2 yang juga ikut bayar zakat dsana,lalu setelah selesai pengumpulan zakat,dia ikut ngambil bagian zakat itu lagi,yang mana itu dianggapnya upah amil,padahal tidak,naah mungkin saja kan bagian yang di ambilnya itu adalah miliknya sendiri yang dia bayarkan zakat sebelumnya ditempat itu juga,karena tadi sudah terkumpul tertumpuk2 disana,kalau dia terambil bagian miliknya sendiri,maka zakatnya gak sah donk)
.
ﻓﺈﻥ ﺃﺩﻳﺖ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻚ ﺃﻥ ﺗﺆﺩﻳﻪ ﻭﺇﻻ ﻛﻨﺖ ﻋﺎﺻﻴﺎ ﻟﻮ ﻣﻨﻌﺘﻪ
.
jika kamu sudah wajib membayar zakat yang wajib atas kamu untuk membayarkan zakatnya itu,maka zakat itu jangan ditahan2 (untuk disimpan menjadi bagianmu nanti sebagai petugas amil misalnya,dikarenakan misalnya kamu membayarkan zakat itu dengan beras kualitas tinggi,lalu kamu takut beras ini jatuh ke tangan orang lain,akhirnya kamu tahan dulu gak dikeluarin,supaya kamu bisa memilikinya lagi nanti setelah selesai pembagian zakat kepada yang berhak)
tapi itu harus kamu keluarkan,jangan ditahan2,kalau kamu tetap menahanx untuk disimpan,maka kamu menjadi orang maksiat,




(ﻗﺎﻝ) : ﻭﻻ ﺃﺣﺐ ﻷﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺱ ﻳﻮﻟﻲ ﺯﻛﺎﺓ ﻣﺎﻟﻪ ﻏﻴﺮﻩ؛

dan aku tidak menyukai bagi seseorang dari manusia menyerahkan urusan penyerahan zakatnya diwakilkan kepada orang lain,
(misalnya di serahkan kepada pengumpul zakat yang berada dimasjid,langgar,pos pos desa,dll)
.
ﻷﻥ اﻟﻤﺤﺎﺳﺐ ﺑﻬﺎ اﻟﻤﺴﺌﻮﻝ ﻋﻨﻬﺎ ﻫﻮ، ﻓﻬﻮ ﺃﻭﻟﻰ ﺑﺎﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻲ ﻭﺿﻌﻬﺎ ﻣﻮاﺿﻌﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﺃﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﻳﻘﻴﻦ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻲ ﺃﺩاﺋﻬﺎ،

karena orang yang di bebani tanggung jawab dan yang akan ditanya nanti (apakah benar atau salah dalam membayar zakat) dalam pelaksana'an pembayaran zakatnya itu dia (pemilik harta).
maka dari itu jangan diwakilkan kpeda yang lain,dan dia lebih aula dari orang lain dengan berijtihad menempatkan zakat itu kepada yang berhak dan dia bisa meyakini dengan seyakin2nya bahwa zakatnya sudah tersalurkan kepada yang benar

ﻭﻓﻲ ﺷﻚ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﻏﻴﺮﻩ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﺩاﻫﺎ ﻋﻨﻪ، ﺃﻭ ﻟﻢ ﻳﺆﺩﻫﺎ،

kalau diwakilkan kepada yang lain,itu bisa menimbulkan keraguan,apakah sudaah dserahkannya zakat kita ataukah belum..?
.
ﻓﺈﻥ ﻗﺎﻝ: ﺃﺧﺎﻑ ﺣﺒﺎﺋﻲ، ﻓﻬﻮ ﻳﺨﺎﻑ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﻳﺨﺎﻑ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ، ﻭﻳﺴﺘﻴﻘﻦ ﻓﻌﻞ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻲ اﻷﺩاء ﻭﻳﺸﻚ ﻓﻲ ﻓﻌﻞ ﻏﻴﺮﻩ.
.
jika dia berkata: aku takut kalau aku langsung menyerahkan zakatnya,nanti dkatain orang pilih kasih,,maka sm saja,sama ada dirinya sendri atau orang lain yang membaginya,itu sama2 takut dkatain pilih kasih,lebih baik diri kita sendri aja yang langsung membaginya agar lebih yakin,daripada diwakilkan kepada orang lain yang masih diragukan apakah dia benar melaksanakanx atau tidak
.
walhasil: zakat fitrah itu harus kita sendiri yang nyerahin kepada yang berhak,jangan di wakil wakilkan kepada petugas pengumpul zakat yang ada di langgar,masjid,madrasah maupun pos pos,kerena ini meragukan,apalagi kalau zakatnya tertumpuk di gudang madrasah,gudang masjid,gak dibagikan langsung,ini kan menjadi masalah baru lagi,kasian kitanya kan,dikira zakat fitrahnya udah terbayarkan,eih... ternyata belum,,disebabkan petugasnya lalai,
apalagi kalau petugasnya menjadikan zakat itu sebagai pembangunan masjid itu misalnya,wah ini tmbah gak sah sama skali,,kasian kitanya kan,dikira sah ternyata gak,,
makanya lagsung saja serahkan kepada fakir miskin dan asnaf sisanya..

Sumber : Ustadz Awi Mahmud
                https://www.facebook.com/mahmud.awi.1/posts/1837555899896405




Senin, 26 Juni 2017

Mandi Wajib Menurut Ahlusunnah Waljama'ah


Mandi junub  itu ialah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-orang mukalaf dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari hadats besar. Dan menurut aturan Syari’at Islamiyah, mandi junub itu dinamakan mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh.  Mandi junub ini adalah termasuk dari perkara syarat sahnya shalat kita, sehingga bila kita tidak mengerjakannya dengan cara yang benar maka mandi junub kita itu tidak dianggap sah sehingga kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat kita dianggap tidak sah bila kita menunaikannya dalam keadaan belum bersih dari hadats besar dan kecil. Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub yang dilakukan dengan mengamalkan car-cara mandi junub yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam.

Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :

Ada beberapa keadaan yang menyebabkan dia dianggap dalam keadaan berhadat besar sehingga diwajibkan dia untuk melepaskan diri darinya dengan mandi junub. Beberapa keadaan itu adalah sebagai berikut :

1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :

(tulis haditsnya di Syarah Shahih Muslim An Nawawi juz 4 hal. 30 hadits ke 81)
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. HR. Muslim dalam Shahihnya.

Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan : “Dan Ma’nanya ialah : Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani”.

2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Fathul Bari Ibni Hajar jilid 1 hal. 395 hadits ke 291)

Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi sallallahu alaihi waalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Apabila seorang pria telah duduk diantara empat bagian tubuh permpuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya.

3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam rubrik kewanitaan).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam topik pembahasan “cara memandikan jenazah”).
Cara menunaikan mandi junub :

Karena menunaikan mandi junub itu adalah termasuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka disamping harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, juga harus pula dilaksanakan dengan cara dituntunkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang memberitakan beberapa cara mandi junub tersebut. Riwayat-riwayat itu adalah sebagai berikut :

1. (tulis hadisnya dalam Sunan Abi Dawud jilid 1 hal. 63 hadits ke 249)
“Dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda : Barangsiapa yang meningggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut untuk tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadadanya demikian dan demikian dari api neraka”. HR. Abu Dawud dalam Sunannya hadits ke 249 dan Ibnu Majah dalam Sunannya hadits ke 599. Dan Ibnu Hajar Al Asqalani menshahihkan hadits ini dalam Talkhishul Habir jilid 1 halaman 249.

Dengan demikian kita harus meratakan air ketika mandi janabat ke seluruh tubuh dengan penuh kehati-hatian sehingga dilakukan penyiraman air ketubuh kita itu berkalai-kali dan rata.

2. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 429 hadits ke 248)

“Dari A’isyah radhiyallahu anha beliau menyatakan : Kebiasaannya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam apabila mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian beliau berwudhu’ seperti wudhu’ beliau untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari jemari beliau kedalam air, sehingga beliau menyilang-nyilang dengan jari jemari itu rambut beliau, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuh beliau”. HR. Al Bukhari dalam Shahihnya hadits nomer 248 (Fathul Bari) dan Muslim dalam Shahihnya hadits ke 316. Dalam riwayat Muslim ada tambahan lafadl berbunyi demikian : “Kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kedua telapak kakinya”.

Jadi dalam mandi junubnya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, beliau memasukkan air ke sela-sela rambut beliau dengan jari-jemari beliau. Ini adalah untuk memastikan ratanya air mandi junub itu sampai ke kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di atasnya. Sehingga air mandi junub itu benar-benar mengalir ke seluruh kulit tubuh.

3. (tulis haditsnya di Shahih Muslim Syarh An Nawawi juz 3 hal 556 hadits ke 317)

“Maimunah Ummul Mu’minin menceritakan : Aku dekatkan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam air mandi beliau untuk janabat. Maka beliau mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali, kemudian beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana air itu, kemudian beliau mengambil air dari padanya dengan kedua telapak tangan itu untuk kemaluannya dan beliau mencucinya dengan telapak tangan kiri beliau, kemudian setelah itu beliau memukulkan telapak tangan beliau yang kiri itu ke lantai dan menggosoknya dengan lantai itu dengan sekeras-kerasnya. Kemudian setelah itu beliau berwudlu’ dengan cara wudlu’ yang dilakukan untuk shalat. Setelah itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan dengan sepenuh telapak tangannya. Kemudian beliau membasuh seluruh bagian tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya sehingga beliau mencuci kedua telapak kakinya, kemudian aku bawakan kepada beliau kain handuk, namun beliau menolaknya”. HR. Muslim dalam Shahihnya hadits ke 317 dari Ibnu Abbas.

Dari hadits ini, menunjukkan bahwa setelah membasuh kedua telapak tangan sebagai permulaan amalan mandi junub, maka membasuh kemaluan sampai bersih dengan telapak tangan sebelah kiri dan setelah itu telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai dan baru mulai berwudhu’. Juga dalam riwayat ini ditunjukkan bahwa setelah mandi junub itu, sunnahnya tidak mengeringkan badan dengan kain handuk.

4. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 372 hadits ke 260)

“Dari Maimun (istri Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam), beliau memberitakan bahwa Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam ketika mandi janabat, beliau mencuci kemaluannya dengan tangannya, kemudian tangannya itu digosokkan ke tembok, kemudian setelah itu beliau mencuci tangannya itu, kemudian beliau berwudlu’ seperti cara wudlu’ beliau untuk shalat. Maka ketika beliau telah selesai dari mandinya, beliau membasuk kedua telapak kakinya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya, hadits ke 260.

Dari hadits ini, menunjukkan bahwa menggosokkan telapak tangan kiri setelah mencuci kemaluan dengannya, bisa juga menggosokkannya ke tembok dan tidak harus ke lantai. Juga dalam hadits ini diterangkan bahwa setelah menggosokkan tangan ke tembok itu, tangan tersebut dicuci, baru kemudian berwudlu’.

Penutup Dan Kesimpulan :

Dari berbagai riwayat tersebut di atas kita dapat simpulkan, bahwa cara mandi junub itu adalah sebagai berikut :

1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.

2. Dalam mandi junub, harus dipastikan bahwa air telah mengenai seluruh tubuh sampaipun kulit
yang ada di balik rambut yang tumbuh di manapun di seluruh tubuh kita. Karena itu siraman air itu harus pula dibantu dingan jari jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun.

3. Mandi junub dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan gayung. Dan bukannya dengan mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak air.

4. Setelah itu mengambil air dengan telapak tangan untuk mencuci kemaluan dengan telapak tangan kiri sehingga bersih.

5. Kemudian telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai atau ke tembok sebanyak tiga kali. Dan setelah itu dibasuh dengan air.

6. Setelah itu berwudlu’ sebagaimana cara berwudlu’ untuk shalat.

7. Kemudian mengguyurkan air dari kepala ke seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari tangan ke sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.

8. Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, maka mandi itu diakhiri dengan membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.

9. Disunnahkan untuk tidak mengeringkan badan dengan kain handuk atau kain apa saja untuk mengeringkan badan itu.

10. Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan tertib seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam.

Demikianlah cara mandi junub yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dan juga telah dicontohkan oleh beliau. Semoga dengan kita menunaikan ilmu ini, amalan ibadah shalat kita akan diterima oleh Allah Ta’aala karena kita telah suci dari junub atau hadats besar. Amin Ya Mujibas sa’ilin.

1. Tentang pengertian orang yang mukalaf , artinya orang yang telah baligh dari sisi usianya dan telah mumayyiz dari sisi kemampuan berfikirnya. Mumayyiz itu sendiri artinya ialah kemampuan membedakan mana yang bermanfaat baginya dan mana pula yang bermudarat.

2. Tentang pengertian hadatas besar , telah diterangkan dalam Salafi ed. 1 th. V hal. ?
3. Ar Raudhatun Nadiyah, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan, hal. 35.
4. Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab, Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi, jilid 2 hal. 153, Darul Fiker Beirut Libanon, cet. Th. 1417 H / 1996 M.
Kaifiat Mandi Junub



Kamis, 22 Juni 2017

Kumpulan Download Ceramah KH. Jujun Junaedi


Sedikit tentang profil KH. Jujun Junaedi

KH. Jujun Junaedi adalah seorang da’i kondang asal Sukawening - Garut, Jawa Barat. Sejak usianya baru empat tahun, Jujun telah mulai menapaki karirnya sebagai seorang ‘Ajengan Cilik’. Bahkan cerita tentang lahirnya mubalig cilik, sempat menggegerkan tatar Pasundan. Sekitar tahun 1970-an, nama Jujun telah menarik perhatian umat Islam. Gebrakannya cukup berhasil. Sehingga pada waktu itu, banyak masyarakat yang membicarakan Jujun sebagai ‘anak ajaib’. Dakwah-dakwah KH. Jujun Junaedi yang unik sangat digemari masyarakat, terutama orang Sunda. Ciri khas-nya tidak banyak dimiliki oleh kebanyakan mubalig lainnya. Selain ceramahnya yang selalu menggunakan media bahasa Sunda, Jujun pun sangat pandai membuat guyonan yang menyegarkan.

Silahkan download Ceramah Beliau di bawah ini.

Demikianlah Ceramah Lucu Kh Jujun Junaedi Mp3 semoga bermanfat. Jangan lupa share kepada teman - teaman dan saudara kita. Sekian Ceramah Lucu Kh Jujun Junaedi Mp3.

Sumber : http://downloadmp3islami.blogspot.co.id/search/label/Jujun%20Junaedi


Rabu, 14 Juni 2017

Kelebihan Dan Tanda Tanda Lailatul Qadar



‘Lailatul Qadar (Arab: لیلة القدر‎) adalah satu malam yang khusus terjadi di bulan Ramadan. Ayat al-Qur’an yang pertama dipercayai diturunkan pada malam ini. Malam ini disebut di dalam al-Qur’an dalam surah Al-Qadr, dan diceritakan lebih baik daripada seribu bulan.

Saat pasti berlangsungnya malam ini tidak diketahui namun menurut beberapa hadis, malam ini jatuh pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadan, tepatnya pada salah satu malam ganjil yakni malam ke-21, 23, 25, 27 atau ke-29. Malah ada sebahagian ulama yang menganggap ia berlaku pada malam genap seperti malam 24 Ramadan. Walau bagaimanapun, antara hikmah malam ini dirahsiakan agar umat Islam rajin beribadat di sepanjang malam khususnya di sepuluh malam yang terakhir. Sebahagian Muslim biasanya berusaha tidak melewatkan malam ini dengan menjaga diri agar berjaga pada malam-malam terakhir Ramadan sambil beribadah sepanjang malam.


 LAILATULQADAR MALAM YANG DINANTI OLEH MUKMIN

10 akhir Ramadhan adalah merupakan di antara malam-malam yang penuh dengan keberkatan dan kelebihan yang tertentu. Malam-malam ini adalah merupakan malam yang ditunggu-tunggu oleh seluruh orang mukmin. Bulan Ramadhan, Al Quran dan malam Lailatulqadar mempunyai hubungan yang rapat antara satu sama lain sebagaimana yang diterangkan di dalam kitab Allah dan hadis Rasulullah s.a.w. di antaranya firman Allah s.w.t.

Maksudnya: “Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran pada malam Lailatulqadar dan apakah yang menyebabkan engkau mengerti apa itu Lailatulqadar. Lailatulqadar lebih baik daripada 1000 bulan. Pada malam itu, para malaikat dan Jibril turun dengan keizinan daripada Tuhan mereka untuk setiap urusan. Malam ini sejahtera hingga terbit fajar”.

Sebab turun surah al-Qadr

Lailatulqadar mempunyai kelebihan yang begitu besar. Ianya lebih baik dari 1000 bulan yang lain. Sebab diturunkan ayat tersebut diriwayatkan daripada Mujahid dikatakan sebab turun ayat tersebut ialah Nabi s.a.w. telah menyebut tentang seorang lelaki daripada Bani Israel yang telah menggunakan alat senjatanya untuk berperang pada jalan Allah maka orang Islam pun kagum di atas perbuatan itu lalu Allah menurunkan ayat di atas.

Riwayat yang lain pula dari Ali bin Aurah pada satu hari Rasulullah telah menyebut 4 orang Bani Israel yang telah beribadah kepada Allah selama 80 tahun. Mereka sedikitpun tidak derhaka kepada Allah lalu para sahabat kagum dengan perbuatan mereka itu. Jibril datang memberitahu kepada Rasulullah bahawa Allah w.s.t. menurunkan yang lebih baik dari amalan mereka. Jibril pun membaca surah Al Qadar dan Jibril berkata kepada Rasulullah ayat ini lebih baik daripada apa yang engkau kagumkan ini menjadikan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat amat gembira.

Daripada ayat di atas dapatlah kita ketahui bagaimana besar kelebihan orang yang beribadah pada malam lailatulqadar. Ianya satu malam menyamai beramal 1000 bulan.

Dalam hadis Rasulullah s.a.w. menyebut

Maksudnya: “Rasulullah bersungguh-sungguh beribadah pada 10 akhir bulan Ramadhan lebih daripada yang lainnya”

Rasulullah s.a.w. melakukan ibadah pada malam itu bukan hanya setakat baginda sahaja tetapi baginda menyuruh ahli keluarga bangun bersama beribadah. Kata Aisyah r.a.

Maksudnya: “Nabi s.a.w. apabila masuk 10 akhir bulan Ramadhan baginda mengikat kainnya. Menghidupkan malam dengan beribadah dan membangunkan keluarganya untuk sama-sama beribadah. Mengikat kainnya bermaksud bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah.”

Kelebihan Menghayati Malam Lailatulqadar

Kerana mulianya Lailatulqadar, Rasulullah s.a.w. menganjurkan supaya umatnya bersedia menyambut dan menghayati malam yang berkat itu dengan pelbagai jenis amalan dan ibadah yang diterangkan di antaranya hadis yang diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a.

Maksudnya: “Barangsiapa menghayati malam Lailatulqadar dengan mengerjakan sembahyang dan berbagai jenis ibadat yang lain sedang ia beriman dan mengharapkan rahmat Allah taala nescaya ia diampunkan dosanya yang terdahulu.

Rasulullah s.a.w. sendiri menjadi contoh yang baik yang menghayati malam lailatulqadar terutama 10 malam yang akhir daripada bulan Ramadhan dengan beriktikaf di Masjid mengerjakan pelbagai amal ibadah untuk menyambut malam Lailatulqadar yang mulia.

Ini diterangkan di dalam satu hadis diriwayatkan daripada Aishah r.a. Katanya:

Maksudnya: “Biasanya Rasulullah s.a.w. berusaha dengan bersungguh-sungguh memperbanyakan amal ibadah pada 10 malam yang akhir daripada bulan Ramadhan berbanding dengan masa yang lain.”

Dalam hadis yang lain Aishah juga meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda bersedialah dengan bersungguh-sungguh untuk menemui malam Lailatulqadar pada malam-malam yang ganjil dalam 10 malam yang akhir daripada bulan Ramadhan.

Malam-malam yang ganjil yang tersebut ialah malam 21, 23, 25, 27 & 29 dari bulan Ramadhan. Dalam pada itu terdapat juga beberapa hadis yang menyatakan bahawa malam Lailatulqadar itu pernah ditemui dalam zaman Rasulullah s.a.w. pada malam 21 Ramadhan. Pernah juga ditemui pada malam 23 Ramadhan.

Terdapat juga hadis yang mengatakan bahawa baginda Rasulullah s.a.w. menjawab pertanyaan seorang sahabat yang bertanya mengenai masa Lailatulqadar supaya ianya bersedia dan menghayatinya. Baginda menjelaskan malam Lailatulqadar itu adalah malam 27 Ramadhan. Dari keterangan-keterangan di atas dapatlah kita membuat kesimpulan bahawa malam Lailatulqadar itu berpindah dari satu tahun ke satu tahun yang lain di dalam lingkungan 10 malam yang akhir dari bulan Ramadhan.

Yang pastinya bahawa masa berlakunya malam Lailatulqadar itu tetap dirahsiakan oleh Allah s.w.t. supaya setiap umat Islam menghayati 10 malam yang akhir daripada Ramadhan dengan amal ibadat. Kerana dengan cara itulah sahaja mudah-mudahan akan dapat menemuinya dan dapat pula rahmat yang diharapkan yang akan menjadikan seseorang itu hidup bahagia di dunia mahupun di akhirat.

Doa-malam-lailatul-Qodar-


Doa khusus di Malam Lailatulqadar

Doa tersebut diterangkan di dalam hadis berikut

1. Hadis yang diriwayatkan daripada Aishah r.a.

Maksudnya: “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. bagimana kiranya saya mengetahui malam Lailatulqadar dengan tepat. Apa yang saya akan doakan pada saat itu. Baginda menjawab berdoalah dengan doa yang berikut”

Maksudnya: “Ya Allah ya Tuhanku sesungguhnya engkau sentiasa memaafkan salah silaf hamba lagi suka memaafkan oleh itu maafkanlah salah silafku. Terdapat juga beberapa doa yang disar ankan oleh para alim ulamak kita melakukannya seperti membaca doa

Orang yang beribadah pada 10 malam yang tersebut akan mendapat rahmat yang dijanjikan dan telah sabit di dalam hadis-hadis yang sahih bahawa malam Lailatulqadar ujud pada salah satu malam yang 10 itu terutama pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29. Orang-orang yang tekun beribadah di dalam masa tersebut untuk menemui malam Lailatulqadar akan mendapat rahmat yang dijanjikan itu samada ia dapat menemui atau tidak dan tidak melihat apa-apa kerana yang penting yang tersebut di dalam hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim ialah:

1. Menghayati malam tersebut dengan beribadah.
2. Beriman dengan yakin bahawa malam Lailatulqadar itu adalah benar dan dituntut menghayatinya dengan amal ibadah.
3. Amal ibadah itu dikerjakan kerana Allah semata-mata dengan mengharapkan rahmatnya dan keredaannya.

Adalah diharapkan sebelum daripada kita beramal ibadat di malam Lailatulqadar hendaklah kita bertaubat dengan sebenar-benarnya iaitu taubat nasuha dan terus beristiqamah tetap teguh mengerjakan suruhan Allah dan meninggalkan segala larangannya.



Tanda Malam Lailatulqadar

Para alim ulamak r.h. menyebutkan beberapa tanda atau alamat berhubung dengan malam Lailatulqadar :

– Ada yang berkata orang yang menemui malam Lailatulqadar ia melihat nur yang terang benderang di segenap tempat hingga di segala cerok yang gelap gelita.

– Ada pula yang berkata ia mendengar ucapan salam dan kata-kata yang lain dari Malaikat.

– Ada juga yang berkata ia melihat segala benda termasuk pohon-pohon kayu rebah sujud.

– Ada pula yang berkata doa permohonannya makbul.

Imam Tabari r.h. memilih kaul yang menegaskan bahawa semuanya itu tidak lazim dan tidak semestinya ia dapat melihatnya kerana tidak disyaratkan melihat sesuatu atau mendengarnya untuk menemui malam Lailatulqadar.

MALAM LAILATUL-QADAR

Malam Lailatul-Qadar sunat dicari, kerana malam ini merupakan suatu malam yang diberkati serta mempunyai kelebihan dan diperkenankan doa oleh Allah S.W.T. Malam Lailatul-Qadar adalah sebaik- baik malam mengatasi semua malam termasuk malam Jumaat. Allah S.W.T. berfirman dalam Surah Al-Qadr 97: Ayat 3.

Maksudnya:

” Malam Lailatul – Qadar lebih baik daripada seribu malam “

Ertinya menghidupkan malam Lailatul-Qadar dengan mengerjakan ibadah adalah lebih baik daripada  beribadah pada seribu bulan yang tidak ada Lailatul-Qadar seperti sabda Nabi s.a.w.:

Maksudnya:

” Sesiapa menghidupkan malam Lailatul-Qadar kerana beriman serta mencari pahala yang dijanjikan akan mendapat pengampunan daripada dosa-dosa yang telah lalu “

Diriwayatkan daripada Saiyidatina Aisyah r.a bahawa Rasulullah s.a.w. apabila tiba 10 hari  terakhir bulan ramadhan, Baginda menghidupkan malam-malamnya dengan membangunkan isi rumah dan  menjauhi daripada isteri-isterinya. Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan:

Maksudnya:

” Rasulullah s.a.w. berusaha sedaya upaya dalam malam-malam sepuluh akhir Ramadhan melebihi usahanya daripada malam-malam lain. “

Malam Lailatul-Qadar berlaku pada 10 akhir daripada malam ganjil bulan Ramadhan. Rasulullah  s.a.w. bersabda:

Maksudnya:

” Carilah malam Lailatul-Qadar pada sepuluh akhir bulan Ramadhan dalam malam ganjil. “

Pendapat yang terkuat mengikut para ulama’ bahawa malam Lailatul Qadar terkena pada malam 27  Ramadhan. Menurut Abu Ka’ab katanya, “Demi Allah sesungguhnya ibn Mas’ud telah meyakinkan bahawa  malam Lailatul-Qadar jatuh dalam bulan Ramadhan manakala Lailatul-Qadar pula terjatuh pada malam  27, akan tetapi dia enggan memberitahu kepada kami (malam yang tepat) kerana bimbangkan kamu  tidak lagi berusaha mencarinya.”

Jana pendapatan dengan memandu kereta sendiri - join now!!
Daripada Riwayat Mu’awiyah:

Maksudnya:

” Bahawa Nabi Muhammad s.a.w telah bersabda dalam malam lailatul-qadar iaitu malam ke-27. “

Riwayat ini disokong oleh pendapat Ibn Abbas yang mengatakan bahawa surah Al-Qadr mempunyai 30  perkataan. Perkataan yang ke-27 bagi surah itu terjatuh kepada dhamir(hia) yang kembalinya  kepada Lailatul-Qadar.

Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah Hadith daripada Ibn Umar r.a yang berbunyi:
Maksudnya:

” Sesiapa yang mencari Lailatul-Qadar , dia hendaklah mencarinya pada malam yang ke-27, carilah kamu malam Lailatul-Qadar pada malam yang ke-27. “

Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah, katanya, “Ya Rasulullah s.a.w. andainya aku mendapati malam Lailatul-Qadar, apakah doa yang patut aku bacakan? Rasulullah s.a.w. berdoa dengan doa:

Maksudnya:

” Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, oleh itu berilah keampunan-Mu untukku. “


mencari-malam-lailatul-qadar

ANTARA TANDA-TANDA LAILATUL QADAR

Lailatul Qadar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih seribu bulan yang lain. Ini dapat kita lihat daripada apa yang telah dinukilkan oleh Allah di dalam al-Quran dalam surah al-Qadar. Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah S.A.W dalam beberapa hadis yang sohih.

Kita disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Rasulullah S.A.W telah bersabda dalam hadis muttafaq ‘alaih daripada Abu Hurairah yang artinya : Sesiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar penuh keimanan dan keikhlasan akan diampun baginya dosa yang telah lalu.

Menurut imam Fakhrurrazi bahwa Allah menyembunyikan malam lailatul qadar dari pengetahuan kita sebagaimana Dia menyembunyikan segala sesuatu yang lain. Dia menyembunyikan keredhaanNya pada setiap ketaatan sehingga timbul dalam diri kita keinginan untuk melakukan semua ketaatan atau ibadat itu.

Begitu juga Dia menyembunyikan kemurkaanNya pada setiap perkara maksiat agar kita berhati-hati dan menjauhi segala maksiat dan tidak memilih antara dosa besar dan kecil untuk melakukannya kerana dosa kecil jika terus dilakukan secara berterusan akan menjadi dosa besar jika kita tidak bertaubat dan berusaha meninggalkannya.

Dia menyembunyikan wali-waliNya agar manusia tidak terlalu bergantung kepada mereka dalam berdoa sebaliknya berusaha sendiri dengan penuh keikhlasan dalam berdoa untuk mendapatkan sesuatu daripadaNya kerana Allah menerima segala doa orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mudah berputus asa.

Dia menyembunyikan masa mustajab doa pada hari Jumaat supaya kita berusaha sepanjang harinya. Begitulah juga Allah menyembunyikan penerimaan taubat dan amalan yang telah dilakukan supaya kita sentiasa istiqamah dan ikhlas dalam beramal dan sentiasa bersegera dalam bertaubat.

Demikianlah juga dengan penyembunyian malam lailatul qadar agar kita membesarkan dan menghidupkan keseluruhan malam Ramadhan dalam mendekatkan diri kepadaNya bukan hanya sekadar menunggu malam lailatu qadar sahaja untuk beribadat dan berdoa.

Tetapi inilah penyakit besar yang menimpa umat Islam yang menyebabkan malam-malam Ramadhan lesu kerana mereka hanya menanti malam yang dianggap malam lailatul qadar sahaja untuk beribadat. Kerana mengejar kelebihan lailatul qadar yang mana kita tidak mengetahui masanya yang tertentu menyebabkan kita terlepas dengan kelebihan Ramadhan itu sendiri yang hanya datang setahun sekali.

Antara tanda-tanda dalam mengetahui malam lailatul qadar adalah berdasarkan beberapa hadis di bawah :

1. Abi Ibnu Ka’ab telah meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda mengenai lailatul qadar yang artinya : Sesungguhnya matahari yang keluar pada hari itu tidak begitu bercahaya (suram). – Hadis riwayat imam Muslim dalam kitab puasa –

2. Telah diriwayatkan daripada Nabi S.A.W bahawa baginda telah bersabda yang artinya : Sesungguhnya tanda-tanda lailatul qadar, bahawa malamnya bersih suci seolah-olah padanya bulan yang bersinar, tenang sunyi, tidak sejuk padanya dan tidak panas, tiada ruang bagi bintang untuk timbul sehingga subuh, dan sesungguhnya tanda-tandanya matahari pada paginya terbit sama tiada baginya cahaya seperti bulan malam purnama tidak membenarkan untuk syaitan keluar bersamanya pada hari itu. – Hadis riwayat imam Ahmad dengan isnad jayyid daripada Ibadah bin As-Somit –

3. Dalam Mu’jam At-Tobarani Al-Kabir daripada Waailah bin Al-Asqa’ daripada Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya(suram).

4. Telah meriwayat Al-Barraz dalam musnadnya daripada Ibn Abbas bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul Qadar bersih tidak panas dan tidak pula sejuk.

Qadhi ‘Iyad telah mengatakan ada dua pendapat mengenai matahari yang terbit tanpa cahaya iaitu:

1) Ia merupakan tanda penciptaan Allah SWT.
2) Menunjukkan bahawa kerana terlalu banyak para malaikat yang berzikir kepada Allah pada malamnya dan mereka turun ke bumi yang menyebabkan sayap-sayap dan tubuh  mereka yang halus  menutupi dan menghalangi matahari dan cahayanya.

Daripada hadis-hadis di atas bolehlah kita buat kesimpulan bahawa antara tanda-tanda lailatul qadar ialah :

a. Pada malamnya keadaan bersih dengan cuaca tidak sejuk dan tidak pula panas.

b. Malamnya tenang yang mana terang dan angin tidak bertiup sebagaimana biasa dan awan agak nipis.

c. Malamnya tidak turun hujan dan bintang pula tidak bercahaya seolah-olah tidak timbul.

d. Pada siangnya pula matahari terbit dalam keadaan suram.

faktor-mencari-lailatul-qadar

Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar

Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurafat dan keyakinan bathil seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah masin, anjing-anjing tidak menyalak, dan beberapa tanda yang jelas batil dan rosak.

Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebatilannya kerana tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadis yang menjelaskannya. Maka bagaimanakah tanda-tanda yang sebenar berkenaan dengan malam yang mulia ini ?

Nabi sollallahu’alaihi wa sallam pernah menggambarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, iaitu:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang

Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah sollahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang suria terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya

Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah sollahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar terang” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi

Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairah radliyallahu’anhu pernah berkata: Kami pernah berbincang tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah solallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.”(HR. Muslim)

5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang .

Sebagaimana sebuah hadit, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi syaitan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)

6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lazatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.

Wallahua’lam

Sumber : http://cahayapurnama.com/fadhilat-malam-lailatul-qadar-kelebihan-dan-tanda-tandanya/

Minggu, 11 Juni 2017

Pesan kisah luqmanul hakim


 Ajarilah anak - anak anda sejak kecil dengan hal - hal kebaikan agar dia kelak menjadi anak yang patuh terhadap orang tua bukan menyusahkan orang tuanya , jangan mengajari kepada anak hal - hal keburukan yang tidak bermanfaat setelah kita tiada . kisah dibawah ini mungkin sangat cocok untuk anda jadikan motivasi bagi anak - anak .
Motivasi : kisah  luqmanul hakim

"Anakku, jika makanan telah memadati perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu. Seluruh anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih manusia dapat menikmati lezatnya berdzikir."

"Anakku, kalau semenjak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."

"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangunkan nafsu duniamu."

"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."

"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan."

"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."

"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:

1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.

Apakah kita sudah mengajari anak - anak kita seperti demikian ? jika belum mulailah sekarang karena jika kita telah tiada siapakah yang mengajarinya lagi ? kasih sayang orang tua sangat berarti untuk anak - anak.


Sabtu, 03 Juni 2017

Kalau Bukan Kita Yang Menjaga Agama Ini,Siapa Lagi...?


kaum liberal / atheis yang mengklaim semua agama adalah sama,
mereka gencar melancarkan aksinya lewat media televisi,cetak maupun media sosial,
yang kasian adalah orang yang minim pengetahuan agamanya dalam ilmu alquran,hadist,tauhid,fiqh,dan lainnya,
meskipun pangkat mereka profesor,doktor,insinyur atau apakh itu,
.
karena sekali saja mereka terbawa dalam opini pendapat kaum liberal,maka timbullah keraguan tentang kebenaran ajaran agama islam di hatinya "na'uzu billah",kalau keraguan ini makin membesar dan membesar hingga pada akhirnya ragu dgn hukum agama,ragu dgn alquran,ragu dgn kebenaran ajaran rasulullah,lalu tanpa sadar dia telah murtad dari agama islam,na'uzu billah,

pendapat yg mengatakan semua agama adalah sama ini adalah pendapat paling sesat dan menyesatkan,
karena tdk ada agama yg paling benar secara hakiki melainkan agama islam,
agama selain islam adalah agama yg sangat sangat salah,tdk ada yg benernya,
tanamkan lah ini dalam fikiran kita,dan anak cucu kita,agar selamat dunia akhirat,
karena kalau bukan kita,siapa lg yg menjaga kesucian kebenaran agama islam ini,

jgn sampai anak cucu kita kuliah smpy s3 s4 s5 s6 s7 s8 dan s8+,,kalau s9 samsung msh belum ngeluarin seri nya,,,,,hehe...
jgn smpy anak cucu kita pendidikan dunianya tinggi,tp ilmu agamanya minim skali,ini sangat bahaya,fikirannya mgkn saja akan terpengaruh dgn hal hal liberalisme maupun athies,rugi dunia akhirat anda punya anak spt ini,

makanya kalau kalian duduk di bangku kuliah dgn dosen2 yg beraliran liberal,sebaiknya apapun yg mereka sampaikan,anggap masuk kuping kanan,keluar kuping kiri,

Allah sdh mewanti2 nabinya lewat surah almaidah ayat 49 dan al an'am ayat 68,,
hati2 kata Allah,jgn sampai kamu wahai nabiku muhammad ikut terfitnah ngikut opini pemahaman orang kafir yg mungkin menjadikanmu ragu terhadap agama yg kamu anut,
kalau mereka membicarakan tentang semua agama sama,jgn didengarkan,jgn di hiraukan,kalau bisa kamu lari,lari lah jgn hadir dimajlis2 spt itu..


Kamis, 01 Juni 2017

Lafaz Niat Puasa Di Bulan Ramadhan


Niat Makan Sahur – Sebelum membahas secara lebih detail tentang Doa dan Niat Sahur Puasa Ramadhan, ada baiknya bagi kalian seorang Muslim untuk mengetahui terlebih dahulu tentang Arti Makan Sahur Puasa Ramadhan karena untuk Pengertian Makan Sahur Puasa ialah salah satu Ibadah Sunnah yg bisa kalian lakukan di Bulan Ramadhan, dilakukan dgn cara menyantap makanan dan minuman pada waktu malam dini hari antara jam 1 malam hingga menjelang Waktu Shalat Subuh (Terbitnya Fajar).

Pada umumnya kegiatan Makan Sahur di Bulan Ramadhan ini dilakukan oleh umat muslim yang akan menjalankan ibadah Puasa Ramadhan dan dilakukan agar mereka bisa lebih kuat dalam menjalankan Puasa Ramadhan diesok harinya, serta agar mendapatkan Keberkahan Makan Sahur dan memperoleh Pahala Sunnah karena Kegiatan Makan Sahur merupakan Sunnah Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup sehingga sudah sangat baik sekali bagi seorang Muslim untuk melakukan Sunnah Sahur tersebut.

Adapun didalam Hukum Sahur Puasa Ramadhan ialah Sunnah Muakad yang artinya ibadah sunnah yang sangat di anjurkan untuk dikerjakan karena Sahur Puasa Ramadhan sendiri telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan telah diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk dilakukan oleh para umatnya. Perintah Nabi Muhammad SAW Untuk Makan Sahur Puasa Ramadhan telah dijelaskan didalam Hadist Bukhari dan Muslim yg berbunyi, ” Makan Sahur-lah kalian karena didalam Sahur itu terdapat Barokah (Hadist Shahih Bukhari dan Muslim) ”.


Bacaan Doa Dan Niat Makan Sahur Puasa Ramadhan
bacaan doa makan sahur ramadhan

Kemudian didalam Waktu Makan Sahur Puasa Ramadhan sebenarnya tidak ada penjelasan secara detail kapan Waktu Melakukan Sahur yang paling baik karena yang telah dijelaskan didalam Ajaran Islam ialah hanya batas berakhirnya waktu sahur itu saja, yang berakhir ketika telah masuk Waktu Masuk Shalat Subuh (Terbitnya Fajar). Hanya saja Waktu Paling Baik Melakukan Sahur Puasa bisa dilakukan di Sepertiga Malam Terakhir, terutama menjelang Waktu Subuh karena pada waktu tersebut Amalan Doa, Hajat dan Ampunan Insa Allah akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Dalil tentang Waktu Sahur Puasa Terbaik pernah ditanyakan oleh Sahabat Zaid bin Tsabit ra kepada Nabi Muhammad SAW bahwa dari Zaid bin Tsabit ra berkata. ” kami pernah Bersahur bersama Nabi Muhammad SAW dan kemudian Nabi berdiri Shalat. Lalu aku (Zaid bin Tsabit ra) bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, ” Berapa lama jarak antara Adzan dengan Sahur ?, Nabi Muhammad SAW menjawabnya bahwa Jarak Antara Adzan dan Sahur itu sekadar membaca 50 Ayat (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim) ”.


Bacaan Niat Makan Sahur Puasa Ramadhan
Dibawah ini telah kami tuliskan secara lengkap tentang Bacaan Niat Sahur Puasa di Bulan Ramadhan yang telah ada Bahasa Arab, Terjemahan Latin dan Terjemahan Bahasa Indonesia. Hal tersebut agar kalian sebagai seorang Muslim dan Muslimah khususnya yang berada di Tanah Air Indonesia bisa dengan mudah membaca dan menghafalkan Bacaan Niat Makan Sahur Puasa di Bulan Ramadhan.

niat makan sahur puasa ramadhan

Bacaan Niat dan Doa Makan Sahur Puasa Ramadhan diatas bisa kalian bacakan ketika akan melakukan Aktivitas Ibadah Sunnah Makan Sahur di Bulan Ramadhan dan tentunya kalian sebagai seorang Muslim jangan sampai lupa untuk mempunyai Niat Makan Sahur ketika akan melakukan Makan Sahur karena setiap amalan ibadah itu tergantung akan niatnya, apalagi dalam membaca Bacaan Doa Sahur Puasa Ramadhan sangatlah mudah karena bisa dibacakan baik dengan Bahasa Arab maupun dengan Bahasa Indonesia.

Dari Umar Ra berkata bahwa Nabi Muhammad SAW Bersabda yang telah dijelaskan didalam Hadist Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi, ” Amal Ibadah itu tergantung dari Niat-nya dan seseorang hanya akan mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya (Niatnya) kepada Allah SWT dan Rasul-nya maka ia hijrahnya kepada Allah SWT dan Rasul-nya, dan Barang Siapa yg Hijrahnya karena Dunia dan Wanita yg hendak ia nikahi, maka Hijrahnya itu sesuai kepada niatnya (HR. Bukhari dan Muslim) ”.

Hikmah dan Keutamaan Sahur Puasa Ramadhan

Untuk Keistimewaan Makan Sahur sudah banyak dijelaskan didalam Hadist – Hadist Shahih seperti salah satunya Hadist Shahih dari Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, ” Makan Sahurlah kamu karena didalam Makan Sahur tersebut ada Barokah (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim) ”. Keutamaan Makan Sahur Puasa Ramadhan lainnya telah dijelaskan didalam Hadist Shahih yang lain Riwayat Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang berbunyi,

” Sahur ialah Makanan yang Barokah (Berkah), janganlah kamu tinggalkan walaupun hanya dengan Meminum seteguk Air karena Allah SWT dan Rasul-nya memberi Shalawat kepada Orang – Orang Yang Sahur (Hadist Riwayat Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah) ”. Didalam Hadist An Nasa’i dan Ahmad juga menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, ” Sesungguhnya Makan Sahur ialah Berkah yg Allah SWT berikan kepada Kalian maka Janganlah kalian tinggalkan Sahur (Hadist Riwayat An Nasa’i dan Ahmad) ”.

Melihat Hadist – Hadist Shahih diatas maka sudah jelas bahwa Keutamaan dan Pentingnya Makan Sahur Puasa Ramadhan sangatlah banyak sehingga sudah sangat baik sekali bagi kalian sebagai seorang Muslim Muslimah untuk tidak meninggalkan Makan Sahur Ramadhan dan tidak lupa untuk membaca Niat Puasa Ramadhan karena Sahur itu Ibadah Sunnah dan didalam Makan Sahur terdapat Keberkahan sehingga sangatlah rugi jika kalian meninggalkan Makan Sahur Bulan Ramadhan tersebut.