Jumat, 26 Mei 2017

Kisah Inspirasi - Jawaban Tukang Bakso


Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.

Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau bakso ?

"Mauuuuuuuuu. ...", secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.

Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...

Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.


"Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan? Barangkali ada tujuan ?" "Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman ".


"Maksudnya.. ...?", saya melanjutkan bertanya.

"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari Emang dan keluarga.

2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.

3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.

Hatiku sangat...... .....sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.

Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : "Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".

Ia menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.

Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".

"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".

Kisah Inspirasi - Kerna Ukuran Kita Berbeda

 
"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
    memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
    memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
    kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"
Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

kisah inspirasi
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.


 ‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

sepenuh cinta,
Salim A. Fillah

kisah inpirasi - Uang Sepuluh Ribu Bisa Membuat Orang Bersyukur


Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"

Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.

kisah inspirasi
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.

Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"


 Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.

Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!

Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.

Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah."

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu

kisah diambil dari http://myquran.org/forum/index.php/topic,82145.0.html di posting oleh andy swan

kisah inspirasi - Kisah Kakek Dan Pencuri Pepaya


Saya ingin mengawali renungan kita kali ini dengan mengingatkan pada salah satu kisah kehidupan yang mungkin banyak tercecer di depan mata kita. Cerita ini tentang seorang kakek yang sederhana, hidup sebagai orang kampung yang bersahaja. Suatu sore, ia mendapati pohon pepaya di depan rumahnya telah berbuah. Walaupun hanya dua buah namun telah menguning dan siap dipanen. Ia berencana memetik buah itu di keesokan hari. Namun, tatkala pagi tiba, ia mendapati satu buah pepayanya hilang dicuri orang.

kisah inspirasi kakek dan pencuri pepaya
Kakek itu begitu bersedih, hingga istrinya merasa heran. “masak hanya karena sebuah pepaya saja engkau demikian murung” ujar sang istri.

“bukan itu yang aku sedihkan” jawab sang kakek, “aku kepikiran, betapa sulitnya orang itu mengambil pepaya kita. Ia harus sembunyi-sembunyi di tengah malam agar tidak ketahuan orang. Belum lagi mesti memanjatnya dengan susah payah untuk bisa memetiknya..”

“dari itu Bune” lanjut sang kakek, “saya akan pinjam tangga dan saya taruh di bawah pohon pepaya kita, mudah-mudahan ia datang kembali malam ini dan tidak akan kesulitan lagi mengambil yang satunya”.
Namun saat pagi kembali hadir, ia mendapati pepaya yang tinggal sebuah itu tetap ada beserta tangganya tanpa bergeser sedikitpun. Ia mencoba bersabar, dan berharap pencuri itu akan muncul lagi di malam ini. Namun di pagi berikutnya, tetap saja buah pepaya itu masih di tempatnya.

Di sore harinya, sang kakek kedatangan seorang tamu yang menenteng duah buah pepaya besar di tangannya. Ia belum pernah mengenal si tamu tersebut. Singkat cerita, setelah berbincang lama, saat hendak pamitan tamu itu dengan amat menyesal mengaku bahwa ialah yang telah mencuri pepayanya.

“Sebenarnya” kata sang tamu, “di malam berikutnya saya ingin mencuri buah pepaya yang tersisa. Namun saat saya menemukan ada tangga di sana, saya tersadarkan dan sejak itu saya bertekad untuk tidak mencuri lagi. Untuk itu, saya kembalikan pepaya Anda dan untuk menebus kesalahan saya, saya hadiahkan pepaya yang baru saya beli di pasar untuk Anda”.

Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas, adalah tentang keikhlasan, kesabaran, kebajikan dan cara pandang positif terhadap kehidupan.

Mampukah kita tetap bersikap positif saat kita kehilangan sesuatu yang kita cintai dengan ikhlas mencari sisi baiknya serta melupakan sakitnya suatu “musibah”?

"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta."

Kisah inspirasi diatas dikutip dari khutbah yang ditulis oleh ustadz Saiful Amien. Diambil dari http://malang.muhammadiyah.or.id/muhfile/malang/file/artikel/Mengakhlaqkan%20Cara%20Pandang.doc


Istri Yang Masuk Syurga Kerna Berbakti Kepada Suami


Semoga kisah dibawah ini menjadi inspirasi buat istri - istri perindu syurga.

Suatu ketika, Rasulullah saw. menyampaikan pernyataan yang agak mengejutkan para sahabat di Madinah, baik laki-laki maupun wanita. Pernyataan yang mengejutkan itu adalah "diantara wanita yang akan menjadi penghuni surga adalah isterinya Al Hathab."


Masuk Surga Karena Berbakti Kepada Suami

Mendengar pernyataan Rasulullah saw. tersebut, seluruh penduduk Madinah saling bertanya-tanya satu sama lain.Mereka amat heran, mengapa Rasulullah Saw. menyebutkan istri Al Hathab itu, apa sebenarnya keistimewaannya dibanding wanita-wanita lain..?

Karena mendapat banyak pertanyaan, isteri Al Hathab akhirnya menanggapi berita tentang dirinya.

“Suamiku adalah pencari kayu bakar di bukit, ia menjualnya ke pasar dan ia kembali dari pasar dengan membawa sesuatu yang kami butuhkan sekeluarga. Ia pulang tentu dalam keadaan letih dan lelah serta haus sangat terasa di tenggorokannya.

Aku menyadari betapa payah suamiku itu dalam mencari nafkah. Saat ia pulang ke rumah, sudah kusiapkan air yang dingin sebagai penyejuk dan penghilang rasa haus, makanan untuk menghilangkan rasa lapar juga sudah kuhidangkan, kusambut suamiku itu dengan berdiri, memakai pakaian yang indah dan rapi, tidak hanya itu, ia kusambut dengan segenap kerinduan seolah-olah lama ia tidak pulang.

Kuserahkan diriku kepadanya, kalau ia ingin beristirahat dan bersenang-senang kubantu dia dan bila ia menginginkan diri saya, kurebahkan diriku antara dua lengannya bagai anak kecil yang bersuka ria dengan ayahnya.”

Subhanallah....


Kamis, 25 Mei 2017

Mengenal ulama KH. Mahmud Romli (1866-1959)



KH Mahmud romliAsal usul ulama kelahiran daerah Menteng yang sering dipanggil Guru Mahmud ini tidak terlalu jelas. Tradisi penghormatan kepada Guru yang demikian kuat telah menghalangi para muridnya, bahkan anak-anaknya sendiri untuk menanyakan langsung riwayat hidup Guru Mahmud kepada yang bersangkutan. Adalah tidak sopan atau su’ul adab untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi kepada Guru, kecuali apa yang dituturkan sendiri oleh sang Guru tanpa diminta oleh muridnya. Terlebih lagi Guru Mahmud dikenal tidak suka banyak bicara, sehingga sangat sedikit informasi yang diperoleh mengenai kehidupan masa kecil dan remajanya.

Hanya sedikit saja informasi yang dapat diketahui mengenai dirinya semasa masih remaja. Guru Mahmud berangkat ke tanah suci bersama orang tua dan ketiga saudaranya. Namun, semua anggota keluarga ini meninggal di tanah suci, kecuali Guru Mahmud seorang, ia kemudian mengembara di Jazirah Arabia oorang diri selama hampir 17 tahun. Untuk mempertahankan hidup, ia pernah bekerja sebagai anggota satuan pengaman kafilah dagang yang melintas gurun-gurun Saudi. Beberapa kebiasaan selama di sana rupanya masih terbawa hingga kembali ke tanah air, seperti kesukaannya menunggang kuda dan tidak banyak bicara. Untuk nafkah hidup sekembali di tanah air, ia berdagang burung dan batu-batuan. Meskipun terbuka kesempatan menjadi penghulu, ia menolak bekerja dan ia hanya mengharapkan “gaji dari Tuhan saja”

Guru Mahmud mempunyai banyak hobi. Di antaranya adalah memelihara burung. Ia juga ahli dalam melatih kuda-kuda yang masih liar untuk dijadikan kuda penarik delman. Ia juga pedagang yang menjual balsem, keris, burung hingga batu cincin.

Kehidupan sehari-harinya, Guru Mahmud tidak menampakkan kealimannya. Cara berpakaiannya sangat sederhana dan membuat orang yang tidak mengenalnya tidak mengetahui bahwa ia seorang ulama. Ia biasa memakai kaos dengan bercelana pangsi dan sering duduk-duduk bersama dengan tukang-tukang batu cincin, tukang loak, tukang gado-gado dan sebagainya. Hal ini yang membuat orang awam sangat dekat dan tidak sungkan bercanda dengannya. Tetapi para ulama sangat menghormatinya karena kedalaman ilmunya.

Guru Mahmud dikenal sebagai “jagoan” yang tegas. Postur tubuhnya yang besar menunjang keberaniaannya terhadap siapapun. Tetapi ia juga terkenal sebagai ulama Tafsir, yang di mata muridnya tampak kikuk apabila tiba waktu ngaji ia kelihatan masih mengurusi burung-burungnya. Para murid hasil didikannya yang menjadi ulama antara lain Muallim Thabrani Paseban, KH. Abdul Hadi Pisangan, KH Muhammad (Muallim Muhammad) dari Cakung, Muallim Syafrie dari Kemayoran dan KH. Abdullah Syafi’i, KH. Fathullah Harun dan KH Syafi’i Hadzami.

Semasa hidupnya, Guru Mahmud mendirikan Madrasah Muawanatul Ikhwan di Menteng dan pernah menjadi Ketua Masjid Tangkuban Perahu sejak 1908 sampai meninggal dunia. Masjid tersebut awalnya bernama Masjid Shihabudin yang didirikan di daerah Menteng sekitar tahun 1870-an oleh Sayid Ahmad bin Muhammad bin Shahab. Ketika tempat tersebut akan dibangun Tangsi Militer, Masjid Shihabudin pada tahun 1912 dipindahkan ke Jl. Tangkuban Perahu, Guntur Setia Budi Jakarta Selatan

Guru Mahmud wafat pada 27 Ramadhan atau sekitar tahun 1959 M dalam usia 93 tahun. Awalnya ia dimakamkan di Karet kemudian dipindah ke TPU Jagakarsa Jakarta Selatan.

http://daarussalafie.org/ulama-betawi-abad-19-3/#more-1241
https://www.facebook.com/SYAFAAH.dan.BAROKAH


Mengenal KH. Ma'mun Ahmad Kudus



Mbah Ma'mun adalah nama akrab sapaan KH Ma'mun Ahmad Langgar Dalem Kudus, Putra dari pasangan KH Ahmad dan Nyai Hj Suparmi, beliau putra ke empat dari empat bersaudara yaitu: Ibu Muslimatun, Ibu Malihah, H Abdul Muhid dan H Ma'mun.

Masa Kecil Beliau dilahirkan dari keluarga yang memegang teguh nilai-nilai pesantren, ketika beliau masih kecil, beliau berguru kepada KH R Asnawi (Pendiri NU) dan KH Arwani Amin dalam belajar dan mengaji beliau termasuk santri yang cerdas, dan beliau menjadi santri kinasih hingga suatu saat beliau ketika masih usia enam tahun mondok di pondok pesantren yang diasuh oleh KH R Asnawi dan diajak oleh KH R Asnawi dalam pengajian berjanji keliling kota Kudus-Pati dan setelah acara tiba-tiba beliau disuruh berdo'a sehingga menimbulkan pertanyaan oleh masyarakat, kenapa anak kecil yang berdo'a, kemudian dijawab oleh KH R Asnawi "anak kecil itu belum banyak dosanya sehingga do'anya dikabulkan oleh Allah SWT."

Jenjang Pendidikan Selain belajar kepada KHR Asnawi dan KH Arwani Amin beliau juga diajari oleh orang tuanya sendiri yaitu KH Ahmad, hingga pada suatu saat beliau bertemu dengan Mbah Soleh Tayu-Pati (Ayahanda KH Amin Sholeh) ketika berkunjung ke ndalemnya KHR Asnawi bertemu dengan beliau dan mengajaknya ke Pati untuk diasuh dan dijadikan santri. beberapa tahun selanjutnya bersama Mbah Sholeh melanjutkan mondok ke KH Dimyati Termas Pacitan Jawa Timur.

dalam perjalanan ke Termas beliau menghafalkan kitab alfiyyah ibnu malik sampai benar-benar hafal, di termas beliau termasuk santri kesayangan dan bahkan beliau akan dijadikan menantunya.selain nyanti kepada KH Dimyati Termas, beliau juga nyantri kepada Sayid Ali Tuban dan usia muda beliau dihabiskan untuk mencari ilmu sampai usia 35 tahun.

Sifat dan Kepribadian Mbah Ma'mun adalah peribadi yang bersahaja (Zuhud) bahkan dalam sepanjang hayatnya beliau tidak memikirkan tentang kebendaan (duniawi)dan kata beliau "masalah rizqi semua makhluk kabeh wes ono sing ngatur, " masalah riqi semua makhluk semua sudah ditentukan sama Allah SWT. namun dibalik kesederhanaannya beliau mempunyai sifat sosial yang tinggi sehingga beliau dikenal sebagai sosok yang dermawan, selain itu beliau terkenal dengan sifat disiplin dan tegas sehingga pada waktu beliau menjadi Direktur Utama Madrasah TBS Kudus beliau sering keliling kelas dengan mengecek kondisi setiap kelas di TBS dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah I'dadiyah (MPTs), Madrasah Tsanawiyah (MTs)hingga Madrasah Aliyah (MA)agar selalu menghadap kiblat ketika pembelajaran. selain itu keihlasan dalam mengamalkan ilmu juga menjadi semangat beliau dalam mengajarkan pelajaran kepada santri-santrinya, semangat untuk terus mengajar sampai akhir hayat juga menjadi spirit beliau sehingga pada suatu ketika beliau sakit dan tak mampu berdiri,beliau masih ingin mengamalkan Ilmunya sehingga siswa-siswa TBS yang hadir di ndalem beliau. salah satu sifat beliau adalah sifat selalu berperasangka baik (husnudzon) kepada Allah SWT sehingga pada suatu ketika beliau sakit panas dan disuruh memijat salah satu santrinya beliau selalu mengucapkan hamdalah berulang-ulang dan ketika santrinya bertanya "Mbah Yai sakit kok malah mengucapkan hamdalah" Mbah Ma'mun Ahmad Menjawab "alhamdulillah badan saya panas jadi tidak usah repot-repot memasak air panas karena telah dikasih oleh Allah" dan ketika beliau kedinginan beliau berkata"alhamdulillah saya kedinginan jadi tidak usah membeli es" hemat kata itu merupakan ungkapan hati seorang yang selalu ridlo dengan takdir-Nya. sehingga apapun yang terjadi pada diri manusia kalau tahu semua datangnya dari Allah maka yang pahit akan berubah menjadi manis, ujian dan cobaan dianggap sebagai kenikmatan. beliau juga terkenal dengan kezuhudannya dan menjahui barang-barang syubhat (tidak jelas halal-haramnya), sehingga sampai sekarang ajaran beliau diterapkan di Pon Pes TBS dan Madrasah TBS bahwa tidak mau menerima bantuan dari pemerintah(syubhat). Mbah Ma'mun juga mempunyai kebun dan pertanian yang luas yang hasilnya antara lain:padi, cengkeh, tebu, kelapa dll.sehingga tiap tahunnya beliau menerima hasil dari sawah dan kebunnya tersebut, akan tetapi sebelum menerima beliau selalu bertanya kepada pengelolanya, apakah hasil dari pertanian dan perkebunan sudah dikurangi untuk zakat? jika belum maka beliau tidak mau menerima hasil dari pertanian dan perkebunan tersebut, bahkan beliau sering menyuruh untuk mengambil labih dari apa yang semstinya diberikan (1 nisab), karena beliau tidak mau hasil pertanian dan perkebunannya tercampur dengan hak milik orang lain jadi dikatakan "tompo resik tanpo ono reget" (menerima dengan bersih tanpa adanya cacat suatu apapun).beliau juga terkenal dengan sifat wira'inya sehingga jika ada perbedaan pendapat ulama' maka beliau akan memilih yang lebih berat (lilihtiyat).

Perjuangan Beliau Beliau adalah pengasuh pondok TBS Balaitengahan Kudus dan juga pernah menjadi Direktur Utama Madrasah TBS Kudus, Selain mengajar di Madrasah TBS dan Pon-Pes TBS, beliau juga mengajar di Madrasah NU Banat Kudus, Madrasah Diniyyah NU Putra Kradenan yang dulu di Kwanaran bersama KH Hambali(alm). selain itu beliau juga mengajar di Muawanatul Muslimin Kenepan Menara Kudus, beliau juga termasuk pendiri dan pengajar di Madrasah Diniyah Putri (MADIPU)TBS Kudus.

Prinsip perjuangan beliau adalah menjalankan dakwah dengan penuh keihlasan tanpa pamrih, walau dalam keadaan sakit masih mengajar, demikianlah keihlasan beliau dalam mengajarkan ilmu agama tanpa mengenal lelah, salah satu kebiasan beliau juga setiap hari jum'at menjalankan sholat jum'at keliling hingga kepelosok-pelosok desa di Kabupaten Kudus, kebiasaan ini dimaksudkan untuk mengecek apakah di desa-desa imam masjid sudah membaca al Qur'an sesuai tajwid dan masih menjalankan nilai-nilai ahlusunnah waljama'ah? kebiasaan tersebut melanjutkan seperti kebiasaan sang gurunya (KH Arwani Amin).

Pondok Pesantren dan Madrasah NU Kudus Setelah beberapa tahun belajar kepada Syekh Dimyati Termas, beliau pulang ke Kudus untuk membantu mengajar di Pon-Pes TBS Kudus yang didirikan oleh kakek beliau KH Abdul Lathif, didirikannya Pon-Pes TBS adalah sebagai wahana pembelajaean agama Islam ala Ahlusunnah waljama'ah.

Berawal dari Pon-Pes TBS berkembang ide berdirinya Madrasah NU TBS Kudus dari Kiyai Muhith (Kakak beliau) sebagai lembaga pendidikan formal, karena pesatnya pertumbuhan santri yang mengaji gagasan pendirian pondok TBS mendapatkan banyak dukungan dari para ulama dan masyarakat sebagai upaya untuk mendidik generasi penerus yang cerdas dan berakhlakul karimah. Sebagai tindak lanjut untuk mendirikan Madrasah TBS Kudus diperlukan persiapan sarana dan prasarana, maka diadakanlah musyawarah yang dipimpin oleh Kiyai Muhith dengan mengundang ulama' dan tokoh masyarakat.

Dari musyawarah tersebut terbentuklah suatu kepengurusan yang akan mengelola dan mengurus Madrasah TBS Kudus yaitu:(1)Bp. Kromo Wijoyo;(2)Bp. Asrurun; (3)H. Nur Syahid;(4)Bp. Chadziq; (5)Bp. Nur Khudrin;(6)H. Toyyib;(7)Bp. Muqsith; (8)Bp. H. Haris dan beliau sendiri.setelah terbentuk kepengurusan maka atas berkah rahmat dari Allah Madrasah TBS berdiri pada tanggal 7 Jumadil Akhiroh 1347H/21 November 1928. pertama kalinya nama TBS adalah "Tasywiquth Thullab Kudus" kemudian berubah oleh KH Abdul Jalil menjadi "Tasywiquth Thullab School" (Pada zaman penjajahan) dan oleh KH. Turaichan Adjuri dirubah menjadi "Tasywiquth Tullab Salafiyah" dengan singkatan TBS.

Berpulang kerahmatullah KH Ma'mun Ahmad meninggal dunia pada hari Ahad Legi, 22 Shafar 1423H/5 Mei 2002 dalam usia 87 tahun. sepanjang hayat dihabiskan untuk mengabdi di Pon-Pes TBS dan Madrasah TBS serta Madrasah-Madrasah lainnya di daerah Kudus, beliau juga banyak andil di masyarakat dan sosial dan hasil anak didik beliau sekarang banyak bermunculan sebagai ulama'-ulama' besar di Kudus seperti KH. Ma'ruf Irsyad (Rois Syuriyah PC NU Kab. Kudus), KH. Ahmad Basyir Jekulo (Mustasyar PC. NU Kudus), KH. Mohammad Mansur (Ketua Pengurus TBS Kudus), KH. Imam Sofwan (Ketua Umum PC NU Kab. Pati), KH. Abdulloh Sa'ad (Da'i dan Pengrus PC NU Kota Solo), dll. beliau selalu berpesan "ati-ati zaman wea eker (lebih dari akhir) sakiki akeh wong ngelakoni duso tapi ura rumongso koyo wong kesandung roto kebentus awang-awang" hati-hati zaman sudah akhir sekarang banyak orang melakukan dosa tapi tidak terasa seperti orang yang tersandung jalan yang rata dan kebentur langit. semoga kita sebagai santri bisa
meniru teladan-teladan beliau. wallahua'lam bissowab

sumber:http://masngabehi2013.blogspot.com/2013/05/sosok-ulama-kharismatik-dari-kudus.html dan diolah dari berbagai sumber.
https://www.facebook.com/SYAFAAH.dan.BAROKAH

Mengenal As Syaikh Kyai Abul Fadlol As-Senory At-Tubany



Sejak kecil mBah Ddlol -begitu beliau dipanggil- sudah menampakkan keanehannya dibanding dengan anak seusianya. Nakalnya luar biasa tapi kecerdasan dan keberaniannya juga di atas rata-rata. Setiap ada tamu yang sowan pada abah beliau Kiai Abdus Syakur, wedang yang disuguhkan pasti akan dicicipi dulu. Bak seorang guru yang memberi barokah pada santrinya. Beliau suka bermain di markas belanda yang ada di depan rumahnya. Dengan gayeng beliau bisa bercengkrama dengan para londo totok . Tak heran bila beliau sudah mampu berbahasa Belanda dengan fasih .

Di saat usia baru 9 tahun sudah hafal al Qur'an dalam waktu dua bulan. Padahal rata- rata orang menghapal al Qur' an itu butuh waktu 3 sampai 4 tahun. 15 juz yang awal ditempuh dalam satu bulan setiap satu juz dibaca 3 kali dalam satu jalsah dan langsung hapal dan 15 juz yang akhir juga ditempuh satu bulan dengan metode setengah juz di baca 3 kali dan langsung hapal.

Beliau ketika kecil sering nguping saat abahnya mbalah kitab bersama santri-santri. Bila sang abah sudah selesai, gantian beliau yang membaca kitab yang sama sambil menerangkan isinya persis seperti keterangan abahnya. Beliau mengaji hanya kepada abahnya, KH Abdusy Syakur dan kepada Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy'ari TebuIreng Jombang. Itu pun hanya ditempuh selama tujuh bulan.

Pada saat khatam ngaji Jurumiyyah, beliau bisa baca Taqrib dan Fathul Mu'in . Sewaktu khatam Kafrawi , beliau bisa baca Fathul Wahab. Dan ketika khatam Alfiah di saat usianya baru 11 tahun beliau sudah bisa ngajar sekaligus menulis kitab. Ketika khatam Uqudul Juman, gaya dan tata bahasa karangan beliau menjadi penuh warna dan bernilai sastra tinggi.

Metode yang digunakan dalam mengajar santri- santrinya adalah sorogan dengan satu judul kitab sampai khatam, baru setelah itu ganti kitab lain. Hal ini bertujuan agar benar-benar bisa difaham dan meresap dalam dada. Menurut beliau al ilmu fir ro'si laa fil karrosi (Ilmu itu ada di kepala bukan dilampiran kitab).

Bila jam menunjuk pukul satu malam, beliau bangun untuk melakukan qiyamullail sampai pagi. Malam-malam yang sepi dan sunyi itu diisi dengan dzikir pada sang kholiq. Sayup- sayup terdengar lantunan dzikir dan bacaan al Qur' an dari kamar pribadinya. Ketika menjelang subuh, dzikir itu ditutup dengan bacaan hizib Saifi Mughni, hizib Nashor, dan hizib Bahr.

Dalam sebulan beliau bisa khatam al Qu'an sebanyak 60 kali. Sedangkan dalam menambah keilmuan, setiap 10 hari bisa khatam satu kitab besar. Itupun dalam keadaan setengah hapal isinya. Hal ini terbukti bila ada persoalan, beliau mampu menunjukkan jawaban disertai ta'birnya. Bagi beliau seakan-akan tidak ada masalah yang musykil apalagi mauquf. Sehingga KH. Maimun Zubair, Pengasuh PP. Al Anwar Sarang menjulukinya dengan "Sang Kamus Berjalan" meski belum pernah haji.

Bila melakukan sholat selalu di awal waktu. Dalam memberi maui'dzoh atau khutbah, beliau bersikap serius namun mengena
dan menyentuh perasaan. Sehingga para pendengarnya dibuat hening dan tak jarang menangis tersedu-sedu karena terbawa perasaan.

Kendati demikian, Mbah Dhol juga
manusia biasa, punya anak dan keluarga yang butuh untuk di nafaqohi. Oleh sebab itu beliau
juga bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Berbagai pekerjaan yang pernah dilakukaan dan dijalaninya antara lain: jadi buruh jahit, penjahit, bahkan jualan benang. Ada cerita menarik ketika beliau jualan benang. Dari daerah Kerek Tuban sampai Sedan Rembang beliau tempuh dengan jalan kaki sambil memikul benangnya. Sebuah jarak yang sangat jauh dengan beban di punggung yang tidak ringan.

Selain itu beliau juga pernah jualan kain,membuka toko, reparasi sepeda pancal dan sepeda motor, membuat barang-barang elektronik, meski beliau tidak pernah belajar elektro sama sekali. Beliau juga pernah menjadi
bos becak, mendirikan pabrik rokok dan lain sebagainya.

Yang mengherankan, setiap usahanya berkembang pesat, seketika itu juga dihentikan dan ganti pekerjaan lain yang dimulai dari nol lagi. Hal ini semakin menguatkan keyakinan banyak orang bahwa beliau adalah sosok kyai yang zuhud. Tujuannya bekerja hanyalah ibadah dan sekadar menuruti perintah Allah SWT semata, bukan untuk mencari harta. Dengan memulai dari nol lagi tentu banyak kesulitan yang dihadapi, semakin banyak kesulitan, kian banyak pahala yang kan didulang, al ajru biqodri ta'ab, "pahala tergantung dari nilai
kepayahannya."

Jadi menurut beliau segala sesuatu mesti diniati ibadah bahkan sampai dalam memberi nafaqoh istrinya pun tidak lepas dari dimensi ibadah. Beliau dalam memberi nafaqoh harian pada istrinya tidak memberikannya sekaligus sehari, tapi nafaqoh pagi di berikan pada waktu pagi, nafaqoh siang di berikan di siang hari dan nafaqoh sore diberikan sore. Ketika hal itu di tanyakan, jawab beliau "agar banyak niatnya sehingga banyak pula pahalanya".

Dalam keseharian beliau sangat sederhana dan bersahaja, saking sederhananya ketika ta'ziah dalam wafatnya KH. Zubair Sarang beliau sempat dicueki atau tidak dihormati oleh orang karena songkok hitam yang dipakai tidak lagi hitam tapi telah berubah warna menjadi merah. Baju yang di kenakan lusuh, hingga orang acuh memandangnya. Orang-orang baru tahu kalau itu adalah Mbah Dlol yang sangat terkenal itu. Setelah tanpa sengaja Yai
Maimun Zuber memergokinya di tengah jalan. Karuan saja KH. Maimun langsung menciumi tangan beliau dan menempatkannya pada tempat yang layak.

Puluhan karya tulis yang telah beliau hasilkan. Beliau sudah menulis sejak masih remaja. Hanya yang patut disayangkan adalah karya tulisnya banyak yang tidak bisa dimanfaatkan sebab sebagaian ada yang terkena banjir tatkala banjir besar tahun 1971 melanda Tuban dan yang sebagian lagi dibawa oleh murid-muridnya yang tersebar di mana- mana, sehingga sulit untuk melacaknya sekarang. Beliau dalam mengajar santrinya selalu mengarangkan materi pelajarannya baik yang berbentuk nastar maupun nadzom, setelah selesai, kitab karangannya diberikan pada muridnya yang mengaji. Di antara karangan beliau yang sudah beredar adalah:
1. Tashilul Masalik Syarah Alfiah Ibnu Malik
2. Kasfyfuttabarih fi sholatittaroweh
3. Ahli Musamaroh fi Bayani Auli'il Asyroh
4. Durrul Farid fil limit tauhid
Dan beberapa karangan yang belum selesai seperti nadzom Bahjatul Hawi, Nadzom Jam'ul
Jawami'.

ARTIKEL NU Garis Lurus Dari "Ahlal Masamiroh Fi Hikayati Awliya'il 'Asyroh"Mengenal As Syaikh Kyai Abul Fadlol As-Senory At-Tubany



Shohibul Fadhilah Al Habib 'Abdul Qodir Bin Husein Assegaf


( ayahanda al habib taufiq assegaf "pimpinan pondok pesantren sunniyah salafiyah pasuruan jatim )
Kota pasuruan mendapat keberkahan dari habib 'abdul qadir bin husein assegaf, seorang 'ulama yang menggerakan majelis ilmu. Ia seorang ahli ilmu dan amal, sehingga dakwahnya diterima oleh masyarakat luas

dalam sebuah acara haul habib 'alwi bin segaf assegaf, seorang waliyullah di kebon agung (pasuruan-jatim), habib 'abdul qadir bin ahmad assegaf seorang mufti yang mukim di jeddah pernah berkata pada hadirin, “bahwa kalian semua, utamanya masyarakat pasuruan patut bersyukur kepada allah swt. Setelah kalian ditinggal habib alawy bin segaf assegaf, kalian mendapatkan habib jafar bin syaikhon assegaf. Dan setelah habib jafar wafat, kini pengantinya diteruskan oleh menantunya, yakni habib abdul qadir bin husin assegaf.”

Di majelis haul tersebut, habib abdul qadir bin ahmad assegaf meneguhkan maqam seorang auliya dari pasuruan, yakni habib abdul qadir bin husein assegaf. Sangat wajarlah kalau habib abdul qadir mendapatkan maqam yang sedemikian tinggi di sisi allah swt. Hal itu tentu bukan satu hal yang berlebihan dan semua itu bukan diperoleh dengan gratis. Kemuliaannya itu diperoleh dari hasil jerih payahnya. Sehingga ia mendapatakan bisyarah (ganjaran) dari allah swt.

Hingga saat ini, sekalipun habib abdul qadir telah wafat puluhan tahun yang lalu, namun kiprah dakwahnya dalam memakmurkan majelis ilmu semakin semarak di rumahnya yang terletak di jl wahid hasyim gg vii, atau tepatnya di sebelah barat masjid jami al-anwar, kota pasuruan.
Sampai sekarang berbagai macam kegiatan keagamaan mulai pembacaan kitab ihya ulumuddin, maulid, burdah dan peringatan khotmil qur’an tiap malam ramadhan adalah rintisan dari habib abdul qadir bin husein assegaf. Kini majleis-majelis dakwah itu masih diteruskan oleh salah satu putranya yakni habib taufiq bin abdul qadir bin husein assegaf yang membuat kota yang bergelar kota santri itu makin bersinarkan ilmu dan syiar dakwah.

Habib abdul qadir bin husein sendiri dilahirkan di seiwun pada 1320 h. Ia merupakan putra dari habib husein bin segaf assegaf dan hababah salma binti husin bin alwy assegaf. Ayah habib abdul qadir ini masih satu saudara sekandung dengan alawy bin segaf assegaf yang makamnya di kebon agung (pasuruan).

Sejak kecil ia hidup dalam lingkungan keluarga yang sarat dengan nilai-nilai religius. Keluarga dari habib abdul qadir adalah ahlu ‘ilm wa ahlu amal. Pada usia yang sangat kecil ia sudah belajar al-quran dengan kedua orangtuanya. Ia belajar pertama kali dengan berguru pada syeikh hasan bin abdullah baraja’.

Seiring dengan berjalan usianya ia tidak henti-hentinya menuntut ilmu dari orang yang alim ke orang alim yang alim yang ada di sekitar hadramaut. Guru-guru dari habib abdul qadir diantaranya adalah habib muhammad bin hadi assegaf, habib ahmad bin abdurrahman assegaf, habib hasan bin abdurrahman assegaf, habib alawy bin abdullah bin husin assegaf, habib muhammad bin hasan aidid dan ulama-ulama yang ada di tarim, hadramaut.

Setelah sekian lama ia belajar menuntut ilmu agama, ia sempat berdiam diri di sebuah tempat yang bernama basalim di seiwun. Hingga ia mendengar keberadaan seorang auliya’ yang ada di pasuruan. Rupanya ia ingin berkunjung dan bertemu dengan habib jafar bin syaikhon assegaf. Ia kemudian datang dari hadramaut menuju indonesia pada untuk menemui habib jafar di pasuruan.
Begitu sampai di indonesia, ia langsung menuju pasuruan, jawa timur. Ketika itu habib jafar sedang menemui tamunya, diantaranya habib ahmad bin ali assegaf (alm) yang merupakan pendamping setia habib jafar. Begitu datang habib abdul qadir, habib ahmad berkata kepada habib jafar, ”ya habib jafar, kini kita kedatangan seorang tamu yang shalih yakni habib abdul qadir bin husin assegaf, seorang soleh, ahli ilm dan amal dari hadramaut.”

Kemudian diceritakan seluruh kebaikan habib abdul qadir oleh habib ahmad bin ali assegaf. Lalu habib ahmad melanjutkan, “kesempatan habib abdul qadir datang di tempat ini. Lebih baik, jangan biarkan habib abdul qadir meninggalkan kota ini. Caranya, kawinkan dengan salah satu putri habib. Supaya dia berdiam di sini dan kelak meneruskan engkau, wahai habib jafar.”
Habib jafar tidak menanggapi pernyataan dari pendamping setianya itu dan ia diam saja. Sampai habib abdul qadir pamitan dan siap berangkat ke kota yang lain. Habib ahmad bertambah bingung, “kok tidak ditahan sama sekali?”



Setelah melepas habib abdul qadir meneruskan perjalanan ke jakarta, habib ahmad kembali berkata kepada habib jafar, “sayang, kenapa tidak ditahan tadi. Coba kalau dia menjadi menantu habib, ia bisa meneruskan engkau, wahai habib jafar.”

Mendengar kecemasan dari habib ahmad, habib jafar menjawab sambil menerawang ke depan, ”terbanglah kemana pun engkau suka, wahai burung! Tapi ingat, kendalimu ada di tangan saya. Sewaktu–waktu saya tarik dari pasuruan, ia akan kembali ke kota ini. Ia tidak akan tingalkan tempat ini!”

Itulah perkataan dari seorang waliyyulah, dan keyakinan dari habib jafar ini akhirnya terbukti. Walaupun, habib abdul qadir sempat menikah di jakarta, namun usia perkawinan itu tidak berlangsung lama. Habib abdul qadir akhirnya kembali ke pasuruan dan menikah dengan salah satu putri habib jafar yang bernama syarifah rugayah binti habib jafar syekhon assegaf. Dari perkawinan ini ia mempunyai 7 anak (3 putra, 2 putri).

Ibadahnya

Berbicara ibadahnya habib abdul qadir sangat mengagumkan, sulit di jaman sekarang mencari seorang ahli ibadah seperti beliau. Dalam sebuah risalah, surat yang ditulis dari habib muhammad kepada habib ahmad tentang ibadah yang paling utama dari habib abdul qadir di bulan suci ramadan. “hari-hari di bulan ramadan selalu diisi dengan ibadah. Di setiap pertengahan malam ia bertahajud sampai 45 rakaat sebelum fajar, setelah itu ia baru melaksanakan sahur dengan keluarga. Setelah shalat subuh berjamaah di masjid jami’ al-anwar, ia berziarah ke makam habib jafar yang terletak persis di barat masjid sampai terbit matahari.

Dan pulang beristirahat sejenak, di pertengahan shalat dhuha dan tidak beranjak dari mihrabnya sampai datangnya waktu shalat zhuhur. Setelah zhuhur berjamaah, beliau membaca 2 juz dari al-quran dan terus berada di mighrab sampai ashar. Dan setelah waktu ashar shalat di masjid dan raukhah, membaca kitab dan menjelaskan isi kitabnya, ada ulama yang menterjemahkan kepada orang-orang yang hadir.

Setelah itu 20 menit menjelang buka, ia selalu mengajak para fakir dan miskin untuk berbuka bersama, setelah itu beliau shalat maghrib berjamaah. Sekitar 30 menit waktu sebelum shalat isya, beliau baru makan bersama dengan keluarga sampai datang waktu isya. Setelah waktu isya, beliau keluar rumah dan jamaah diajak membaca surat yasin, ratibul haddad, ratib attas, shalat isya, shalat tarawih, shalat witir dan dilanjutkan dengan shalat tasbih. Ibadah-ibadah rutin ini, diamalkan secara istiqamah selama bulan ramadhan.

Habib abdul qadir dikenal orang sebagai ahli dzikir, membaca quran, maulid, qasidah al muthoriah. Sampai sekarang pembacaan maulid masih rutin dilaksanakan di kediaman beliau setiap jum’at sore dipimpin oleh anaknya habib taufiq assegaf. Bahkan dalam berpergian (safar), beliau tidak ketinggalan wiridnya. Bahkan dalam membaca maulid jika waktunya tidak sampai, ia tetap berdiri sekalipun harus berdiri di kendaraan saat mahalul qiyam, walau beliau susah payah untuk mengerjakan kebiasaan itu.

Al habib abdul qodir juga menjaga shalat jama’ah tidak pernah ditinggalkan, kalau tidak mendapatkan jamaah, beliau rela membayar orang-orang fakir untuk diajak shalat jamaah, karena itu adalah sunnahnya rasulullah saw. Ia sangat menjaga sunnah-sunnah rasulullah saw, hampir-hampir tidak ada amalan sunnah yang ia tingalkan. Apa yang menjadi sunnah nabi, beliau selalu berusaha untuk mengerjakan.

“kalau masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan, kalau lupa salah mendahulukan kaki ketika masuk atau keluar masjid, beliau tak segan-segan akan mengulanginya lagi agar sama dengan sunnahnya nabi muhammad saw. Demikian juga dalam bersiwak. Siwak tidak pernah ketinggalan, beliau mempunyai siwak di setiap tempat, mulai di atas sajadah, almari, kamar, khawatir tidak bersiwak. Demikian menjaga sunnah nabi saw, ” demikian kata habib abu bakar bin hasan assegaf menantu habib abdul qadir.

Tradisi berdzikir dibawa sampai menjelang wafat pada waktu ba’da asar, 19 syawal 1399 h. Kota pasuran berduka ditinggalkan oleh habib abdul qadir bin husin assegaf. Diakhir umurnya sebelum meninggalkan dunia yang fana, ketika detik-detik terakhir, selang beberapa menit sebelum wafat, beliau sempat masuk ke kamar dan memerintahkan salah satu keluarga memanggil habib ahmad bin ali assegaf untuk masuk ke dalam kamar .

Dibuka seluruh jendela dan ia terbaring dan membaca ayat al-qur’an yakni qs at taubah 128-129. Ketika sampai bacaan la illa hu…ketika itulah ruhnya dicabut oleh alah swt. Innalillahi wa inna ilahi rajiuun. Sepanjang hidup penuh kebaikan, menyambut ajalpun dengan cara terbaik. Tentu kita boleh mengagumi beliau, namun yang terpenting adalah meneladani amal sholeh beliau.

http://www.facebook.com/pages/jejak-para-habaib-dzurriat-rosulullah-saw-/210611705625911?ref=ts&sk=photos_stream
http://www.facebook.com/syafaah.dan.barokah

Biografi KH. Hambali Muhammad pendiri Ponpes Roudhotut Tholaba



Biografi KH. Hambali Muhammad pendiri Ponpes Roudhotut Tholaba yang sekarang menjadi Ponpes Hambali.

Semasa hidupnya beliau merupakan figur seorang ulama berdedikasi tinggi yang mempunyai karomah yang cukup tinggi dan sangat dikagumi oleh masyarakat khususnya daerah wilayah kecamatan Glagah dan sekitarnya, karena beliau merupakan seorang ulama yang sangat di segani, baik di kalangan masarakat awam maupun di kalangan para ulama lantaran ilmunya yang cukup tinggi baik ilmu agama, ilmu umum, dan ilmu bela dirinya yang cukup di kenal hebat.

Menurut cerita masyarakat yang sudah berkembang, konon beliau bisa menghilang karena mempunyai ilmu panglimunan, beliau juga cukup mahir dalam berpidato dan inipun di akui oleh masyarakatnya bahkan kiyai beliau sendiri terpesona dengan cara dan gaya berpidato beliau, disamping terkenal dengan ilmunya yang cukup tinggi, budi pekerti dan tingkah laku beliau juga sangat mengagumkan, dan banyak lagi keistimewaan yang di miliki oleh beliau semasa hidupnya.

Beliau di lahirkan di desa Kuro, kecamatan Karang Binangun , kabupaten Lamongan Jawa timur, tepatnya pada tahun 1905 M. ayahnya bernama KH. Muhammad bin kholid dan ibunya bernama Saikhuna binti KH. Umar. Di ceritakan bahwa ayah beliau yang bernama KH. Muhammad juga merupakan dari salah seorang santri eyang beliau yang bernama KH.Umar yang paling pandai dan baik tingkah lakunya serta rajin dalam beribadah diantara santri yang lain, oleh sebab itu maka kiyai beliau Yang bernama KH. Umar sangat simpati dengan KH. Muhammad dan berkeinginan untuk menjodohkan salah seorang anaknya yang bernama Saikhuna.

Setelah KH. Muhammad menikah dengan anak KH.Umar, beliau mendirikan pesantren di dekat mertua beliau serta menjadi kiyai di desa Kuro tersebut. Pernikahan beliau dengan Nyai Shaikhuna tersebut mempunyai keturunan 7 orang anak yaitu: KH. Hambali, KH Abd. Mu’ti, KH. Suaib, KH. Safii, KH. Imam Sanusi, Muhsinah, dan Maslaha. Setelah nyai saikhuna melahirkan anak yang terlahir tidak lama kemudian Nyai saikhuna wafat. Kemudian KH Muhammad pun menikah lagi dan mempunyai 2 anak yaitu: Kyai Rofii dan Kyai Nasoha.

Sumber: Idhier Roviex Imastha S.Ag mengingat cerita dari KH.Imam Sanusi
penulis: Rama widho Ya'qub

Sejarah Singkat Berdasarkan Buku Harian KH. Imam Sanusi Silahkan Pembaca lihat di scaner beberapa Arsip KH.Imam Sanusi

Daftar riwayat hidup
Nama: KH. Hambali
Umur: 45 tahun
Kelahiran: desa kuro, kecamatan karang binangun kabupaten lamongan jawa timur
Pendidikan agama: Umur 7 tahun sekolah agama di ayahnya yang muliyah KH Muhammad desa kuro
Umur 13 mengaji di pamanya yang muliyah KH.Anwar di Madura di bangkalan
Sampai umur 15 tahun.
Umur 15 pergi haji ke mekkah mengaji di KH. Ustman babus ziadah sampai 2 tahun lalu pulang ke jawa umur 19 tahun mengaji di KH ma’ruf Langitan Tuban samapi 4 tahun.
Umur 24 mengaji di KH Kholil Madura bangkalan selama 1 tahun
Umur 27 mengaji di Kyai Faqih maskumambang selama 1 tahun
Umur 28 tahun mengaji di KH Hasyim Asyari tebu ireng selama 1 tahun
Umur 29 menikah dengan sepupuhnya yang bernama Mbah Dewi
Umur 30 mengajari anak anak di langgarnya mertua yang muliyah KH. Abd.Halim Jatisari
Umur 36 dalam miladiyah 1941 bulan januari tanggal 15 menjadi guru MADRASAH HAYATUL WATHON di desa JATISARI bersama dengan mendirikan langgar dan pondok di tempat kampong Kebon Dalem jatisari
Umur 39 dalam miladiya 1944 masuk menjadi rois am ranting Nahdhotul Ulama Jatisari
Umur 41 dam miladiyah 1946 menjadi majlis suro masumi anak cabang glagah
Dapat surat perintah dari cabang lamongan untuk propaganda kedesanya diberi surat qonsulat dari cabang lamongan yang bernomer 46/XVII/gon

https://www.facebook.com/SYAFAAH.dan.BAROKAH?ref_type=bookmark

http://ponpeshambalilamongan.blogspot.com/2012/07/sepenggal-kisah-pendiri-ponpes-hambali.html


Rabu, 24 Mei 2017

Manaqib KH. Muhammad Tsani (Pendiri Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru )



Muhammad Tsani dilahirkan di Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada tahun 1918 M. ayahnya bernama H. Zuhri, dan saat ia dilahirkan ayahnya sedang merantau ke Negeri Perak, Malaysia.
Pada saat muda ia belajar di madrasah Ibtidaiyyah Sei Pandan, Alabio, kampung halamannya dan menamatkan pada tahun 1363 H. Setiap hari dihabiskannya untuk belajar ilmu pengetahuan agama islam dengan sistem salafiah di berbagai kampung di Kalimantan Selatan, kepada para ulama yang hidup di masa itu, yang waktu itu terdapat banyak ulama alumnus dari kota Mekkah dan alumnus Mesir. Di daerah Nagara ia sempat menimba ilmu kepada muallim KH. Ahmad Nagara.
Ia sangat rajin membaca kitab-kitab kuning, apalagi ia harus hijrah ke Banjarmasin, di mana seseorang harus banyak membaca dan belajar. Belajar mandiri atau otodidak itu teru menerus dikembangkannya hingga akhir hayatnya.
Sejak muda perjalanan hidupnya sarat dengan upaya perjuangan untuk memajukan perjuangan untuk memajukan dunia pendidikan di masyarakat. Ia banyak mengedepankan masalah fiqih dan tasauf berintikan keikhlasan manusia. Ia juga aktif sebagai muballigh atau sebagai guru agama di mesjid, langgar dan rumah-rumah. Di kota Banjarmasin ia sangat dikenal, khususnya di daerah pasar lama, di mana ia tinggal. Ia juga dikenal sebagai seorang pedagang, khususnya masyarakat alabio, ia dikenal sebagai tuan guru mereka. Faktor pedagang atau ekonomi inlah nantinya yang menjadi faktor utama yang dimafaatkan tuan guru KH. Muhammad Tsani dan kawan-kawannya dalam pendirian pondok pesantren.
Warga kawasan aAntasari Timur, Banjarmasin, di mana ia tinggal, biasa memanggilnya dengan sebutan guru Tani, namun dikalangan pondok pesantren al-falah mereka lebih suka memanggilnya dengan sebutan muallim Tsani, ia dikenal sebagai ulama yang sederhana dan ikhlas dalam berbuat dan bertindak.
Sudah menjadi kebiasaan dalam bulan Ramadhan ia selalu menjamu membukakan orang yang berpuasa di rumahnya. Dan setiap tahun ia menunaikan ibadah haji, yang biasanya ia membawa rombongan ke mekkah al-mukarramah. Tercatat dalam hidupnyaia telah melaksanakan rukun islam yang kelima, yaitu naik haji ke mekkah, sebanyak 22 kali, baik sendirian maupun bersama rombongan.
Dalam perjuangannya di dunia pendidikan ia juga ikut berpartisipasi aktif dan mempunyai andil besar pada pembangunan Pondok Pesantren Darul Ma’rif di Jakarta dan Ummul Qura di Cibodas yang diprakarsai oleh Dr. KH. Ideham Khalid, dengan mengirimkan kayu ulin ke jawa untuk keperluan pembangunan pondok  pesantren. Setelah pembangunan selesai ia mendapat tawaran dari Dr. KH. Ideham Khalid untuk memimpin pondok pesantren tersebut. Namun tawaran itu ditolaknya dengan halus. Ia mengatakan bahwa masyarakat Kalimantan Selatan khususnya dan Kalimantan umumnya perlu mendapat perhatiannya. Ia sangat peka sekali dalam menganalisa nilai-nilai pendidikan di suatu daerah. Ia berpendapat bahwa masyarakat Kalimantan masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan daerah lain di Nusantara ini.
Kalimantan sangat jauh ketinggalan dalam segala bidang, khususnya dalam bidang pendidikan pondok pesantren. Inilah rupanya salah satu pemikiran yang menjadi cikal bakkal yang kemudian menjelma pondok pesantren al-falah putra . kemudian diperkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1984 didirikan pula pondok pesantren al-falah putri yang berlokasi bersebelahandengan pondok pesantren putra.
Sosok tuan Guru KH. Muhammad Tsani adalah seorang  ulama yang rendah hati, zuhud, ikhlas, qa’anah, syukur, tawakkal, ulet, pantang menyerah dan disegani orang. Ia dan para pendirinya bertekad untuk memajukan pendidikan, khususnya pendidikan pondok pesantren. Pondok pesantren menurutnya adalah satu-satunya cara terbaik mengantisipasi ekses-ekses negative bagi anak-anak. Dan dengan pendidikan pondok pesantren pengkaderan ulama islam lebih optimal dan efektif. Pondok pesantren, menurutnya, mempunyai dua fungsi:
Centre of excellence, yang menangani kader-kader pemikir agama
Agent of development, yang menangani pembinaan pemimpin masyarakat, terutama di pedesaan.
Tidak mengherankan jika ulama pondok atau kiyai selalu didukung oleh kekuatan masyarakat, ini disebabkan karena para ulama selalu menyatu dengan umatnya. Dengan berdasarkan butiran mutiara itu ia dengan gigih berjuang tanpa pamrih untuk memajukan pon-pes al-falah dengan dukungan dari dewan pendiri lainnya untuk mencerdaskan kaum muslimin di kawasan ini. Baginya memberikan bimbingan bagi umatnya adalahkewajiban agama, kehormatan dan profesi hidupnya. Doktrin dan sabda Nabi saw. Terpatri didalam dadanya yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim yang artinya : Dengan sebab perantaraan kamu Allah member petunjuk seseorang itu lebih baik bagimu daripada dunia dan segala isinya.
Hal lain yang mengilhami pendirian pon-pes al-falah adalah al-Mukarram al-Habib Husein dari jawa, yang dalam kunjungannya di Kalimantan Selatan menyatakan dengan jelas, “Alangkah menyedihkan orang alabio tidak punya pesantren padahal mempunyai potensi”.
Seperti diketahui Amuntai pon-pes Rasydiyah Kalidiyah (Rakha), Barabai mempuntai pon-pes Ibnul Amin, Pamangkih, dan Martapura, kota intan Martapura dan serambi Mekkah mempunyai pon-pes Darussalam yang sangat terkenal dan sudah lama berdiri serta sudah banyak menghasilkan ulama.
Maka pada tanggal 9 Juni 1974 atau 19 Rabiul Awwal 1394 H didirikan pon-pes      al-Falah dengan Akte Notaris Bachtiar Banjarmasin Nomor 38 tanggal 19 Juli 1985.
Bagi tuan guru KH. Mahammad Tsani sudah merupakan jiwa atau ruhnya, siang malam ia memikirkan pendanaan serta pembangunan untuk kemajuan dan keberhasilan untuk pendidika di pondok. Untuk mencari dana ia tidak saja menghubungi tokoh-tokoh atau para hartawan yang ada di daerah, tetapi mengusahakan pencarian dana tersebut hingga ke luar negeri, yaitu ke kota mekkah al-Mukarramah dan Madinatul Munawwarah.
Kerena hamper setiap tahunnya ia pergi berhaji ke kota Mekkah maka kesempatan ini dimanfaatkannya mencari dana untuk pembangunan pondok. Ia rajin melobi tokoh-tokoh Arab Saudi. Untuk urusan luar negeri ia kadang dibantu oleh bapak H. Muhammad Subli di Jakarta, seorang yang berasal dari Alabio, yang berprofesi pengusaha jasa pemberangkatan jamaah haji dan umrah.
Ia merupakan sosok ulama yang kreatif dalam upaya pembangunan sarana pendidikan agama dan menerapkan sistem yang baik dalam pencarian biaya pembangunannya. Ia selalu menekankan bahwa Pon-Pes al-Falah adalah milik seluruh kaum muslimin, maka sudah harus sepantasnya kita semua harus menjaga, memajukan serta bertanggungjawab untuk keberlangsungan pondik tersebut.
Untuk pencarian dana di kota Banjarmasin ia dibantu oleh para pedagang di pasar-pasar, seperti pasar ujung murung, pasar besar, pasar PPKE, pasar lima dan lainnya. Khususnya pedagang atau pengusaha asal alabio yang berada di Banjarmasin. Sampai-sampai tuan guru KH. Muhammad Tsani diberi gelar oleh mereka Tukang Tagih Pajak, ini disebabkan ketegasannya dalam melaksanakan penagihan, juga disebabkan besarnya sumbangan ditentukan atau ditaksir sendiri olehnya, ini berlaku jika si pedagang seorang yang pelit, atau kata orang banjar ingkin barajut (sangat pelit).
Berkat kegigihannya dalam pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan, kini pon-pes al-Falah mengasuh tiga ribuan santri dari berbagai daerah, yang mengisi berbagai jenjang pendidikan di pon-pes al-Falah, dari jenjang pendidikan persiapan (thajizi) selama setahun, jenjang pertama (tsanawi) selama tiga tahun, dan jenjang atas (aliah) juga selama tiga tahun. Untuk jenjang pertama dan jenjang atas statusnya dipersamakan. Pon-Pes al-Falah juga memiliki pendidikan tingkat tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah dengan jurusan pendidikan (tarbiyah). Sekitar 70% pengelola pendidikan di Pon-pes al-Falah berasal dari alumni pondok sendiri.
Sebagian besar alumni pon-pes al-Falah melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi, baik dalam negeri maupun luar negeri, terutama timur tengah, al-Azhar, Mesir, Madinah Islamic Centre, Saudi Arabia dan Universitas al-Ahqaf, yaman dan bahkan ada yang melanjutkan Universitas di Barat, yaitu Eropa.
Akhirnya pada malam senin tanggal 11 Muharram 1407 H bertepatan dengan tanggal 14 September 1986 M, Tuan guru KH. Muhammad Tsani pendiri pon-pes al-Falah berpulang ke rahmatullah dengan tenang di kediamannya, yaitu di Antasari Kecil Timur, Banjarmasin.
Hujan air mata dari para santri serta kaum muslimin.pada hari itu dunia pendidikan kehilangan seorang ulama yang zuhud dan mukhlis, dengan meninggalkan sebuah karya yang abadi, karena ilmu yang bersambung. Ia meninggalkan cahaya yang terang dimana orang-orang dapat berjalan dengan aman karena cahaya tersebut. Ia dimakamkan di komplek pon-pes al-Falah Putra, tepatnya di depan kantor pon-pes al-Falah Putra.
Semoga ruhnya ditempatkan oleh Allah SWT di surge bersama Baginda Nabi Muhammad saw. Amin.
Pada perkembangannya Pon-Pes al-Falah sekarang ini mempunyai lebih tiga ribu santri, baik putra maupun putri yang dating dari berbagai daerah di Kalimantan untuk menuntut ilmu di pondok tersebut, kebanyakan santri tinggal dan memondok di dalam komplek pondok pesantren.
Adapuntingkatan pendidikan yang ada di pon-pes al-Falah sekarang adalah :
-          Tajhiziyyah (persiapan) 1 tahun
-          Tsanawiyyah (pon-pen dan program kesetaraan, status diakui) 3 tahun
-          Aliyah (pon-pen dan program kesetaraan, status diakui) 3 tahun
-          Perguruan Tinggi STAI al-Falah, Fakultas Tarbiyah.
Dari sebagian alumnus santri pondok kebanyakan di antaranya yang melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi yang ada  di tanah air dan yang berada di luar negeri, di antaranya :
-          Mesir
-          Mekkah
-          Madinah
-          Yaman
-          Dan lain-lain
Adapun kebanyakan dari tenaga pengajar, lebih dari 70%, baik di pondok putra maupun pondok putri adalah alumnus Pon-Pes al-Falah sendiri yang mana mereka telah menyelesaikan studinya di berbagai perguruan tinggi atau pon-pes lainnya, kemudian kembali ke pon-pes al-Falah untuk mengajar dan mengabdikan dirinya.(fy)

Kisah Dua Sahabat Bin Yahya dan Al Habsyi


HABIB ALWI BIN ABDULLAH (KAPTEN ARAB) dan  HABIB MUHAMMAD BIN ALI BIN YAHYA (PANGERAN NOTO IGOMO)

Habib Muhammad bin Ali bin Hasan Bin Yahya (Pangeran Noto Igomo) mempunyai seorang sahabat dekat di Barabai. Namanya Habib Alwi bin Abdullah AlHabsyi. Keduanya mempunyai kedudukan terhormat di wilayahnya masing-masing. Habib Muhammad tinggal di Tenggarong selaku penasihat Sultan Kutai, sementara Habib Alwi adalah seorang Kapten Arab berkedudukan di Barabai. Mereka sudah saling mengenal sejak sama-sama tinggal di Hadramaut, Yaman.

Habib Alwi AlHabsyi, sejak di Hadramaut, mengakui keluasan pengetahuan dan kealiman Habib Muhammad Bin Yahya. Habib Muhammad kelahiran tahun 1844, sedangkan Habib Alwi beberapa tahun lebih muda. Tidak diketahui persis tahun kelahiran Habib Alwi.

"Tahun 1917-an, Habib Alwi di Banjar sudah mempunyai 3 anak," ujar Habib Agil bin Salim Bahsin, cucu Habib Alwi.

Jika Habib Muhammad Bin Yahya melalui perjalanan panjang melalui Palembang, Cirebon , Martapura dan akhirnya menetap di Kutai, maka Habib Alwi dari Hadramaut memilih Barabai sebagai tempat tinggal tetap setelah sempat bermukim beberapa tahun di Banjarmasin .

Habib Alwi menikah pertama kali di Banjarmasin dengan Syarifah Raguan binti Syekh AlHabsyi. Dengan istrinya Habib Alwi masih bersaudara dekat karena mereka sama-sama cucu dari Habib Alwi bin Syekh AlHabsyi.

Ketika tinggal di Banjarmasin , Habib Alwi adalah pejabat Kapten Arab pengganti Habib Hasan bin Iderus AlHabsyi (Habib Ujung Murung). Habib Alwi tinggal di kawasan Ujung Murung.

Habib Alwi pindah ke Barabai setelah menikah di sana dengan seorang perempuan asal Nagara-Banua Kupang bernama Hj Masrah. Belakangan Habib Alwi juga menikah dengan perempuan Kandangan bernama Masja.



Sejak melepaskan kedudukan sebagai Kapten Arab, Habib Alwi berdomisili di Barabai. Namun masyarakat tetap memperlakukannya sebagai orang istimewa karena latar belakang dan jasanya.

Jasa terbesar Habib Alwi bagi daerah Hulu Sungai adalah kepeloporan beliau dalam membangun perkebunan karet secara besar-besaran di Barabai. Habib Alwi memiliki kebun karet di Desa Manggasan, Hantakan, Barabai. Bibit karet diperoleh Habib Alwi dari Bogor melalui perantaraan pemerintah Belanda.

Walau tinggal di daerah berbeda dan dipisahkan jarak cukup jauh persahabatan Habib Alwi dan Habib Muhammad tetap terjalin mesra.

"Habib Muhammad yang menyumbang batu dan semen ketika Habib Alwi membangun Pasar Batu," ujar Ami Agil, panggilan sehari-hari Habib Agil bin Salim Bahsin.

Pasar Batu adalah bangunan beton pertama di Hulu Sungai yang merupakan tempat pasar gatah (karet) di paruh pertama abad lalu. Suatu masa kedua sahabat ini bertemu di Samarinda. Dalam pertemuan antara dua sahabat itu mereka tak lupa berfoto bersama dengan gaya masing-masing. Habib Muhammad mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih, sementara Habib Alwi memakai busana baju safari dan celana panjang. Persamaan mereka adalah kopiah yang dikenakan serta masing-masing memakai tongkat.

Habib Muhammad masuk ke lingkungan Kesultanan Kutai berkat kelebihan dan kekuatan spiritualnya. Habib Muhammad Bin Yahya yang juga datuk dari aktor terkenal drg Fadly ini masuk ke istana setelah berhasil menyembuhkan penyakit seorang kerabat kesultanan.

Tak lama setelah kejadian itu, Habib Muhammad dinikahkan dengan Aji Raden Lesminingpuri, cucu Sultan AM Sulaiman yang juga anak Sultan AM Alimuddin.
Sedang, Habib Alwi sendiri juga menjadi tokoh kehormatan masyarakat Hulu Sungai terutama Barabai. Ketika Presiden Soekarno berkunjung wilayah Hulu Sunggai dan mampir ke Barabai tahun 1955, terjadi dialog singkat antara Habib Alwi dengan Sang Presiden.

Waktu berjabat tangan, disaksikan oleh tokoh-tokoh masyarakat lainnya mereka berbincang-bincang.
"Siapa nama Pak Haji?" ujar Bung Karno.
“Saya Sayyid Alwi," jawab Habib Alwi.
"Pak Sayyid orang Arab?"
"Ya, saya orang Arab, lahir di Hadramaut."
"Mengapa orang Arab mau membantu perjuangan orang Indonesia ?"
"Saya muslim, dia juga orang muslim. Jadi wajib membantu. Ikhwanul muslimin (persaudaraan sesama orang Islam)."

"Pergi ke Jakarta nanti," Bung Karno menawarkan undangan kepada Habib Alwi.
"Ya, Batavia ." (seorang wedana di Hulu Sungai kemudian membisiki Habib Alwi bahwa yang benar adalah Jakarta ).
"Yakarta," ujar Habib Alwi lagi mengoreksi ucapannya (Habib Alwi menyebut J dengan lafal Y).
Akhir cerita, Habib Alwi tak pernah ke Jakarta mendatangi undangan presiden pertama RI itu.

Habib Alwi AlHabsyi meninggal dunia tahun 1967 waktu berada di Banjarmasin dan dimakamkan di Turbah Sungai Jingah. Sahabatnya, Habib Muhammad Bin Yahya mendahuluinya 20 tahun sebelum itu dan bermakam di pekuburan Kelambu Kuning, Kutai Kertanegara Tenggarong.
semoga Rahmat Allah Subhana Wa Taala senantiasa tercurah buat beliau berdua dan seluruh dzuriat dan kerabatnya beserta seluruh orang orang yag mencintai beliau berdua aamiin Ya Robbal alaamiin...alfatihah.....

sumber : https://www.facebook.com/Kisah.Para.DatudanUlama.Kalimantan/

Menaqib Tuan Guru KH. Muhammad Aini


KH. Muhammad Aini yang sudah lazim pula di kenal dengan sebutan nama tuan guru H. Ayan, lahir di Pematang Karangan pada menjelang subuh harin Senin tanggal 12 Rabiul Awwal 1351 H atau pertepatan tahun 1933 M. ayahandanya bernama H. Ali bin H. Sanusi yang berasal dari Kampung Sungai Rutas, kecamatan candi laras selatan dan ibundanya bernama Basrah putri H. Badar yang berasal dari Pematang Karangan, Kecamatan Tapin Tengah.
Ia dilahirkan dari keluarga yang taat beragama dan sangat memperhatikan pentingnya pendidikan agama. Sehingga hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung keberhasilan beliau dalam bidang ilmu pengetahuan agama, dan disiplin yang tinggi denganpenuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Meskipun kehidupan orangnya yang berada pada sebuah yang cukup terpencil dan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Mata pencaharian orang tuanya hanya sebagai petani, namun mereka mepunyai kawasan yang luas tentang arti pentingnya pendidikan terutama pendidikan agama.
1. Riwayat Pendidikan
Setelah tampak pertumbuhan bakat dan kecerdasannya terutama dalam hal pemahaman agama dan semangat yang tinggi untuk memperdalam ilmu-ilmu agama. Maka orang tuanya senantiasa meberikan dorongan dan dukungan untuk terus belajar guna mencapai pengetahuan ilmu agama yang tinggi. Ternyata apa yang diharapkan oleh orang tuanya agar anaknya menjadi orang yang berilmu dapat disikapi dan dipenuhi oleh Muhammad Aini. Hal ini telah terbukti menamatkan pendidikan, baik formal maupun non-formal, bahkan ia dapat menuntut ilmu sampai akhir hayat. Adapun pendidikan yang pernah ia tempuh adalah :
- Pendidikan Dasar (Volks School)
Volks School adalah lembaga pendidikan untuk tingkat dasar pada jaman penjajahan Jepang yang berada di kampung Pandahan sekitar ± 4 km dari kampung Pematang Karangan. Ia belajar di sekolah tersebut selama 3 tahun yang dimulai dari tahun 1942 sampai 1943.
- Madrasah Kulliyatul Mu’alimin (KMI)
Madrasah Kulliyatul Mu’alimin (KMI) merupakan lembaga pendidikan agama yang berada di kampung Tambaruntung. Ia menuntut ilmu di Madrasah ini selama 5 tahun mulai dari tahun 1945 sampai 1949. Seiring dengan kecerdasan dan bakatnya dalam permasalahan agama. Di samping belajar Madrasah Kulliyatul Mu’alimin, ia juga memperdalam ilmu agama seperti tauhid, fiqih, akhlaq, tasauf dengan datang ke rumah guru beliau.
Adapun guru-gurunya antara lain :
Tuan guru H. Abdullah Shiddiq, ia pernah bermukim dan menuntut ilmu agama di mesir selama ±10 tahun.
Tuan guru H. Hidayatullah, pendiri dan pengasuh Madrasah Kulliyatul Mu’alimin di Tambaruntung.
Tuan guru H. Bijuri, ia di samping sebagai guru juga adalah mertua Tuan guru H. Muhammad Aini.
Tuan guru H. Samsuni di Tambaruntung
Tuan guru H. Ali Mansur di Limau gulung Timba’an
Tuan guru H. Mahfuzh
Tuan guru H. Asy’ari di serawi
Tuan guru H. Asmuni di Tambaruntung
- Menuntut Ilmu Kepondok Pesantren Darussalam, Martapura
Setelah menamatkan pendidikan agama di Madrasah Kulliyatul Mu’alimin (KMI) di desa Tambaruntung selama 5 tahun, ia kemudian meneruskan pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura. Menjalani pendidikan yang terpisah dengan kedua orang tua, bekal yang diberikan agar sedapat mungkin untuk mencukupi karena orang tua hanya sebagai petani.
Namun meski demikian, dengan niat yang tulus dan ikhlas, tekad dan kemauan yang keras untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Dukungan orang tua serta do’a yang disampaikan, maka kendala pada waktu itu dapat dilalui dengan kesabaran dan tawakkal. Berkar sabar dan tawakkal itulah kesuksesan dapat diraih yaitu dengan menamatkan pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura tersebut selama 6 tahun yang dimulai tahun 1950 sampai tahun 1956.
Ia dikenal sebagai seorang yang sangat dicinta denga ilmu, karena sejak kecil oleh orang tua ditanamkan sikap dan dorongan untuk terus menerus menuntut ilmu khususnya ilmu agama islam, baik secara formal maupun mengaji kepada guru-guru agama. Hal inipun ia lakukan tatkala menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darussalam, di samping menuntut ilmu secara formal di pesantren, ia juga memperdalam berbagai cabang ilmu dengan cara mendatangi guru-guru.
Adapun guru-guru yang pernah mengajarinya baik di Pondok Pesantren maupun di tempat guru selama menuntut ilmu si Martapura, antara lain:
KH. Semman Mulia
KH. Syarwani Abdan
KH. Husein Qadri
KH. Salman Djalil
KH. Salim Ma’ruf
Tuan guru H. Muhammad Ramli
Tuan guru H. Azhari/ guru Jahri
Tuan guru H. Salman Yusuf
Tuan guru H. Marzuki
10. Tuan guru H. Muhammad Nasrun Thahir yang merupakan guru dalam bidang qiraat al-Quran.
Selepas ia menuntut ilmu di pondok pesantren Darussala, Martapura ternyata bukan akhir kegemarannya dalam menuntut ilmu-ilmu agama. Ia secara rutin dan istiqamah mengikuti pengajian yang dipimpin oleh KH. Muhammad Zaini (guru sekumpul) putra Abdul Ghani putra Abdul Manaf putra Mufti H. Muhammad Khalid putra al-‘Alim al-‘Allamah Hasanuddin putra Syeikh Maulana Muhammad Arsyad al-Banjari, di samping mengaji kepada KH. Semman Mulia.
Selama kurun waktu 24 tahun beliau mengikuti pengajian agama yang dipimpin KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru sekumpul) yakni mulai tahun 1976 sampai beliau mendekati akhir hayat. Beliau mulai mengikuti pengajian guru sekumpul yang dimulai dari lokasi di daerah Keraton Martapura sampai yang dilaksanakan di Mushalla ar-Raudhah, Sekumpul, Martapura.
Sikap yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya ternyata sangat melekat pada kepribadiannya, sehingga tidak heran kalau ia sangat memperhatikan masalah pengaturan waktu yaitu kapan untuk keluarga, mengajar ilmu (dakwah) serta menuntut ilmu.
Lebih-lebih selama pada saat ia mengaji/berguru secara khusus kepada KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru sekumpul) sekaligus yang memimpin rohaninya. Dalam suatu kesempatan ia pernah mengatakan “Alhamdulillah semangatku untuk menuntut ilmu tidak pernah berubah semenjak dulu hingga sampai ke usia tua, yang berubahhanya kondisi tubuh, kalau semangat malah semakin meningkat”.
Hal ini merupakan wujud dari pengalaman dari kandungan ajaran Rasulullah saw, seperti sabda Rasulullah, yang artinya : Tuntutlah ilmu dari buaian (ayunan) sampai ke liang lahat
Dari perjalanan waktu yang cukup panjang dalam menggali dan memperdalam ilmu begitu sarat dan banyak ilmu serta amalan beserta sanad-sanadnya yang ia peroleh dari KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru sekumpul). Sehingga dengan penuh hormat dan tawadhunya terhadap guru-gurunya, ia sering mengatakan “Bahwa keadaan kehidupanku ini, Alhamdullah, semuanya berkat peguruan’ (guru-guru beliau)”.
Hal ini menunjukkan betapa besar rasa hormat, adab dan tawadhunya kepada guru-gurunya sehingga tidak heran pula beliau sangat disayangi dan dicintai oleh guru-gurunya. Bukti bahwa guru begitu sayang kepadanya adalah ketika ia menunaikan rukun islam yang kelima (naik haji) guru sekumpul seringa menyebut namanya padahal ia tidak berada di pengajian tersebut. Demikian juga ketika guru sekumpul masih hidup dan tuan guru H. Muhammad Aini sudah meninggal dunia, anak cucunya diundang ke kediaman guru sekumpul ketika hendak pulang, Guru sekumpul berpesan kepada anak tertua titip salam kepada Tuan guru H. Muhammad Aini (tuan guru H. Ayan)
2. Sikap Kepribadian
Seperti diketahui, setelah menamatkan pendidikan pada Pon-Pes Darussalam Martapura, ia kembali ke Kampung halaman membawa bekal ilmu yang cukup untuk menjalani kehidupan sebagai seorang petani disamping berhikmat dengan ilmu karena menurut beliau ilmu adalah untuk diamalkan dengan ikhlas bukan sebagai tujuan dan hujjah tetapi ilmu sebagai jalan untuk mencapai tujuan dan mendapatkan ridha Allah SWT, ia kawin dengan Hj. Siti Aminah putri H. Bijuri yang merupakan anak gurunya.
Dari perkawinan tersebut melahirkan 9 orang anak, yaitu:
- Tuan guru H. Ibrahim
- Hj. Rahmah
- Ustaz H. Muhammad Hasnan
- Ustaz H. Muhammad Syahminan
- Hj. Hamdanah
- H. Muhammad Thahir Zaki
- Hj. Rafikah
- Arfah
- Hj. Rajabiah
Figur KH. Muhammad Aini (guru Ayan) putra H. Ali sungguh mempunyai kehidupan dan kepribadian yang mengagumkan. Sebagi muballigh, dai terkenal sekaligus ulamaa-il ‘aamilin, ia mampu menjalin hubungan baik dan harmonis dengan siapa saja, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat biasa.
Sebagai tokoh kharismatik, ia tidak pernah menginginkan kedudukan/menjadi pegawai atau pejabat di lungkungan pemerintahan. Namun beliau sangat mendukung kebijakan pemerintahan yang adil, baik dan benar. Begitu pula halnya dengan masalah politik, ia mampu bersikap netral dan beliau lebih memilih kedudukan non-formal sebagai tokoh ulama yang mengayomi semua kelompok dan golongan serta membawa masyarakat menuju khairal ummah.
Hal ini merupakan suatu pilihan sikap yang sangat berani, tegas dan konsekuen (istiqamah), dimana saat pemerintahan pada masa itu ada kecenderungan menjadikan ulama untuk kepentingan pemerintah dan politik. Di samping itu dalam beramar ma’ruf nahi munkar, ia selalu bersikap jujur apa adanya. Ia selalu mengatakan kalau yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Beliau juga mempunyai sikap yang sangat disiplin dan teguh memegang janji, ia sangat tidak suka didustai apalagi berdusta kepada orang lain.
Dari pergaulan, ia telah banyak memberikan contoh teladan karena dalam pergaulannya di masyarakat senantiasa membawa misi/tujuan tertentu untuk kemaslahatan masyarakat.
Sebagai ilustrasi (gambaran) suatu ketika ia pernah membaur dengan masyarakat mengadakan kegiatan permaian rakyat “bagasing”. Masyarakat bingung mengapa ia ikut bermain gasing, malah dalam suatu pengajian murid bertanya hukumnya dari sisi agama bermain gasing. Ia tidak menjawab karena tujuan untuk menjalin silaturrahmi masyarakat yang kurang harmonis masih berjalan dan diupayakan. Setelah masyarakat kembali dapat menjalin silaturrahmi dan mempererat ukhuwah Islamiyah di tengah-tengah kondisi lapisan masyarakat, akhirnya apa yang dilakukannya bertujuan untuk kepentingan kemaslahatan umat.
Kejadian diatas merupakan bentuk dalam mengikuti orang-orang saleh tedahulu dalam berdakwah menyesuaikan kegemaran yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu itu. Kalu Wali Songo berdakwah dengan wayangnya, maka ia mempererat dan memperkokoh kesatuan dan persatuan melalui kegiatan “bagasing”.
Pada sisi lain, dalam kehidupan bermsyarakat, ia dikenal dekat dengan masyarakat. Karena ia memang ingin dapat merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Sehingga tidak jarang juga melakukan apa yang dilakukan kebanyakan masyarakat seperti bertani, menagkap ikan dengan cara memancing, menjambih, mendandang serta mahalawit. Ini semua merupakan bentuk “riyadhah” dalam menapaki jalan para orang shaleh dan para ulama yang menghimpun antara syariat, thariqat dan haqiqat serta ma’rifat.
3. Usaha Pengembangan Syiar Islam
- Bidang Dakwah
Mayarakat Pematang Karangan sejak dahulu termasuk masyarakat yang religius (agamis). Sejak 10 tahun yang lalu di Pematang Karangan telah berlangsung Kegiatan “Babacaan” atau pengajian agama yang istilah sekarang disebut dengan majelis taklim yang dipimpin oleh tuan guru H. Bijuri putra Dalusman setiap hari Jum’at pagi yang bertempat di Mushalla (langgar) Darul Aman. Tuan guru H. Bijuri dengan penuh kesabaran membimbing masyarakat Pematang Karangan dan sekitarnya dengan berbagai macam ilmu agama seperti, tauhid, fiqih, dan tasauf.
Sekitar tahun 1968, tuan guru H. Bijuri berpulang kerahmatulah dalam usia ±80 tahun dan di makamkan di samping mushalla Darul Aman yang dibangunnya. Setelah meninggalnya tuan guru H. Bijuri, maka yang melanjutkan agar tetap terlaksana syiar islam dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap pentingnya pendidikan agama bagi keluarga dan masyarakat. Oleh sebab itu keggigatan “babacaan” di Pematang Karangan dilanjutkan oleh tuan guru H. Muhammad Aini atau yang lebih dikenal dengan sebutan tuan guru H. Ayan dan ia juga merupakan menantu dari tuan guru H. Bijuri.
Setelah berjalan beberapa tahun di bawah asuhan Tuan Guru H. Muhammad Aini (Tuan Guru H. Ayan) ini mengalami perkembangan dan berjalan sangat pesat. Pada awalnya ketika dipimpin oleh Tuan Guru H. Bijuri dilakukan setiap Jum’at pagi, pada masa Tuan Guru H. Ayan kemudian ditambah pada Jum’at malam untuk perempuan dan sabtu malam untuk umum yang didahului dengan pembacaan syair-syair mauled al-Habsyi.
Dalam perkembangannya memang beberapa kali terjadi perubahan waktu kegiatan, karena ia menyesuaikan dengan pengajian yang dipimpin oleh Guru Sekumpul (KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani) di Sekumpul, Martapura. Perubahan itu berlangsung beberapa kali seperti dilaksanakan pada rabu malam kemudian pada senin malam dan akhirnya dilakukan pada selasa malam.
Figur Tuan Guru H. Muhammad Aini (H. Ayan) dikalangannmasyarakat Pematang Karangan dan Kabupaten Tapin umumnya adalah merupakan ulama yang kharismatik. Sehingga pengajian yang dipimpin olehnya jumlah jemaahnya selalu bertambah banyak hingga mencapai puluhan ribu orang. Desa Pematang Karangan yang dulunya kurang dikenal, setelah adanya pengajian yang dilakukan oleh Tuan Guru H. Muhammad Aini ini makin dikenal bukan saja yang ada di Kabupaten Tapin, tetapi sampai Daerah Hulu Sungai. Beliau dalam memberikan pelajaran agama (pengajian) di samping di rumah dan mushalla Darul Aman, ia juga meluangkan waktu untuk memberikan pengajian agama secara rutin dan bergiliran dimana-mana tempat masyarakat yang menghajatkan baik di mesjid, mushalla atau di sekolah-sekolah.
Selain itu juga, ia sering mengabulkan hajat/undangan masyarakat untuk memberikan ceramah agama baik di mesjid, mushalla, madrasah/sekolah maupun di kantor-kantor pemerintah. Ia juga merupakan seorang da’i/ muballigh yang terkenal pada masa itu tidak saja di Kalimantan Selatan . tetapi juga di Kalimantan Timur dan di Kalimantan Tangah. Beliau aktif melaksanakan dakwah/tabligh akbar yang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lainnya uktuk memberikan pencerahan/siraman rohani guna memantapkan keyakinan agama islam dan pengalamannya pada masyarakat.
Tempat yang dilakukan dalam kegiatan tabligh bukan saja di kota tetapi juga dilakukan di desa-desa bahkan sampai pelosok daerah terpencil sekalipun. Untuk mencapai tujuan ada yang menggunakan kendaraan bermotor, sepeda, perahu (kelotok) bahkan juga harus dilakukan dengan jalan kaki.
Ditengah kesibukannya memberikan pengajian dan berdakwah, ia juga tetap aktif memperdalam ilmu agama dan berguru kepada KH. Seman Mulia, Keraton, Martapura dan KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru Sekumpul). Setelah kurun waktu selama ± 17 tahun ia melaksanakan kegiatan dakwah umum untuk masyarakat, kemudian beliau menghadap KH. Seman Mulia untuk memohon petunjuk dan bimputragan sekaligus memperdalam ilmu agama.
Atas berkat nasehat KH. Seman Mulia yang mengatakan kepada Tuan Guru H. Muhammad Aini putra H. Ali mengatakan : “ untuk memperdalam ilmu nyawa (kamu), maka nyawa (kamu) unda (aku) serahkan kepada Anang (panggilan kesayangan pada KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani sekaigus yang akan memimpin nyawa (kamu) dan nyawa (kamu) memberikan pengajian agama cukup di rumah dan di langgar (mushalla) saja.
Dengan demikian akhirnya Tuan Guru H. Muhammad Aini putra H. Ali memutuskan dengan tulus ikhlas melaksanakan nasehat guru beliau tersebut. Mulai saat itu beliau tidak lagi melaksanakan pengajian agama di tempat-tempat lain, melainkan hanya memberikan pengajian di rumah dan mushalla di depan rumahnya. Kalau dilihat secara keseluruhan waktunya dalam mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat selama ±45 tahun.
Melihat kiprahnya dalam menyampaikan pengetahuan mengenai agama merupakan sebagai generasi penerus perjuangan Rasulullah saw (waratsatul anbiya-i). ia membaktikan seluruh hidup secara konsisten (istiqamah) menetapi jejak sunah Nabi saw. Untuk pengembangan dakwah dan syiar islam serta berkhidmat dengan ilmu yang penuh keikhlasan, rajin, cermat, dan tanpa pamrih.
Segala niat, sikap dan amal ibadah perjuangan beliau, semoga Allah AWT senatiasa memberikan nilai positif dengan ganjaran tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin.
4. Bidang Pendidikan/Pendirian Pesantren
Sebagaimana diketahui bahwa Tuan Guru H. Muhammad Aini putra H. Ali dikenal sebagai seorang yang sangat cinta dengan ilmu. Atas dasar kecintaanya dengan ilmu itulah yang melahirkan ide-ide/gagasan untuk mengembangkan syiar islam dan ilmu pengetahuan agama melalui Lembaga Pendidikan Islam. Hal ini juga melihat keadaan sosial keagamaan pada masyarakat Pematang Karangan dan belum adanya Lembaga Pendidikan Islam yang memadai kecuali Pon-Pes Darussalam di Martapura.
Ide/gagasan yang cemerlang tersebut disambut baik oleh adik iparnya Tuan Guru Abdul Jalil putra Tuan Guru H. Bijuri yang bermakam di dalam kubah samping mushalla Darul Aman pada tanggal 10 Agustus 1985/24 Zulqaidah 1405 H, mulailah direalisasikan ide tersebut oleh Tuan Guru H. Muhammad Aini uang didukung oleh Tuan Guru Abdul jalil. Dalam pendiria pesantren ini juga dibantu oleh Guru H. Abdullah, Guru H. Asnawi, Guru H. Ibrahim (anak), Guru H. Muhammad Hasnan (anak), Guru H. Abdul Khaliq dan H. Junaidi Naseri (menantu) beserta komponen masyarakat lainnya. Lembaga Pendidikan Islam tersebut diberi nama “Pesantren Sulubussalam” dan pada tahap awalnya menyelenggarakan pendidikan untuk tingkat Madrasah Diniyyah Awwaliyah.
Pada s aat pertama dibuka dan belum mempunyai gedung sabagai tempat belajar, maka sementara meminjam tempat di Balai Desa Pematang Karangan. Namun berkat kegigihan beliau bersama panitia pembangunan yang didukung oleh komponen masyarakat serta pemerintah dalam waktu yang relatif singkat dapat dibangun dua buah ruang belajar santri. Seiring dengan perkembangan dan dinamika tuntutan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di pesantren ini disikapinya dengan mengembangkan secara terus menerus, baik segi fisik maupun sarana prasarana serta guru-guru pengajar.
Setelah berjalan selama 5 tahun sejak didirikan pada tahun 1985, perkembangan pesantren berjalan cukup pesat, hai ini denga kebanyakan santri yang sekolah di pesantren ini. Maka memenuhi serta tuntutan masyarakat akan perlunya lanjutan dari Madrasah Diniyah Awwaliyah, pada tahun 1990 dibuka jenjang pendidikan tingkat Madrasah Diniyah Wustho (3 tahun).
Alhamdulillah, kini pesantren Sulubussalam, Pematang Karangan telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, diman apada tahun ajaran 2005/2006 santrinya berjumlah 2.152 orang yang didukung 33 orang guru dan fasilitas ruang belajar sebanyak 33 kelas. Kondisi ini tidak terlepas dari figur KH. Muhammad Aini putra H. Ali dengan ikhlas berjuang dengan tenaga, pikiran dan harta selaku pendiri, pimpinan sekaligus pengasuh. Hal ini juga tidak terlepas dari usaha kerja keras dari penerus kepemiminannya beserta komponen masyarakat dan pemerintah.
5. Berpulang Ke Rahmatullah
Pada saat usia Tuan Guru KH. Muhammad Aini putra H. Ali ± 67 tahun, ia mulai sakit-sakitan dan akibat sakit yang dialami sempat beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Sari Mulia, Banjarmasin. Kemudian pindah ke Rumah Sakit Umum Ulin, Banjarmasin. Setelah menglami perawatan di Rumah sakit beberapa hari, ia meminta untuk pulang ke Rantau, dalam perjalanan pulang menuju Rantau tersebut sampai Martapura ia menghembuskan nafas terakhir melepas roh yang suci, Inna lilahi wa inna ilahi raji’un.
Ia kembali menghadap ke hadirat Allah pada malam senin 21 Jumadil Awwal 1421 H/20 Agustus 2000 pukul 23.45 WITA.
Ia di makamkan di samping mushalla Darun Aman, desa Pematang Karangan, Kecamatan Tapin Tengah pada siang senin esok harinya sekitar pukul 15.30 WITA menjelang shalat Ashar.
Kini ulama yang ‘waratsatu an-biya’i’ tersebut telah tiada, namun meski demikian semoga kita dapat mewarisi semangat dan meneladani sikap kepribadian dan perjuangan beliau.
Semoga segala amal baik dan ibadah beliau diterima Allah dengan ganjaran maqom (tempat) yang mulia disisi-Nya. Serta kita semua senantiasa mendapat petunjuk, bimbingan dan ridho Allhan berkat kemuliaan beliau dan guru-gurunya. Amin ya Rambal’Alamin.
6. Keramat
Guru H. Muhammad Aini atau yang biasa disebut dengan Tuan Guru H. ayamn mempunyai kelebihan seperti :
- Apabila berkehendak dikabulkan oleh Allah SWT
Pernah tejadi ketika ingin menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kali, uang yang ada hanya cukup untuk satu orang saja sedangkan isterinya berkeinginan juga untuk ikut menunaikan rukun islam yang kelima. Pada waktu itu setor haji mendekati keberangkatan boleh saja melunasi tidak seperti sekarang harus setor duluan itupun harus menunggu beberapa tahun karena banyaknya masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Sementara menunggu setoran haji, rejeki yang didapat tidak terhingga datangnya, akibatnya dari rejeki yang diperoleh tersebut uangnya cukup untuk dua orang. Bahkan rejeki yang didapat itu cukup untuk bekal selama menunaikan ibadah haji.
- Kubur diziarahi Orang
Banyak masyarakan yang datang ke kuburnya untuk berziarah dan mengabulkan hajat serta memanjatkan do’a. orang yang datang ke kuburnya ada yang membawa kain kuning untuk diletakkan. Ada masyarakat yang datang membaca Yasin dan bertahlil, dan mereka yang berziarah bukan saja masyarakat yang ada di rantau melainkan juga mereka yang berasal dari luar daerah Tapin.
- Memberi Air Tawar (air yang diberi doa)
Masyarakat banyak yang datang ke rumahnya dengan berbagai macam keinginan dan permohonan, mulai dari masalah rumah tangga sampai kepada meminta air tawar dengan berbagai keperluan (hajat).
- Keperluan Haulan Melimpah
Setiap kali keluarganya akan mengadakan haulan untuk mengenang meninggalnya beliau yang setiap tahun diadakan haulan. Dalam pelaksanaan haulan tersebut pihak keluarga tidak terlalu repot memikirkan apa-apa yang diperlukan untuk haulan. Makanan yang akan diberikan kepada masyarakat merupakan pemberian dari masyarakat seperti sapi, beras serta bumbu-bumbu masakan.
Haulan yang dilakukan setiap tahun dibanjiri oleh masyarakat, bukan saja mereka yang datang yang berasal dari Kabupaten Tapin melainkan juga mereka yang datang dari luar Kabupaten Tapin.
- Hujan deras berhenti dengan mendadak
Ini adalah pengalaman admin Kisah Para Datu dan Ulama Kalimantan sendiri ketika berada di tempat beliau,waktu itu seperti kebiasaan masyarakat kabupaten tapin dan masyarakat banjar lainnya setiap malam malam ganjil terakhir bulan Ramadhan untuk melaksanakan Sholat hajat dan sholat Tasbih pada waktu sepertiga malam,saat itu yang berhadir sangat banyaknya,tanpa di sangka sangka ternyata malam itu hujan turun dengan sangat lebatnya,hingga banyaklah jamaah yang pulang hingga cuma tertinggal sekitar ratusan orang,saat itu paman admin sendiri berkata,"kita jangan pulang,kita tunggu saja sampai Abah Guru Keluar rumah,kita buktikan kalau beliau seorang ulama yang mempunyai keramat Insyaallah hujan akan berhenti dengan sendirinya,alhamdulillah Allah menjawab keraguan kami semua,tak lama sebelum waktu acara di mulai beliau keluar dari rumah tanpa memakai payung (padahal waktu itu hujan masih sangat lebat ),kami perhatikan beliau memandang ke arah langit,subhanallah...begitu beliau menjejakkan kakinya ketanah,hujan berhenti dengan tiba tiba,hingga acara bisa di laksanakan dengan lancarnya...Allahumma salli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad
Ditulis oleh :Aby Husein al adamy Yuliansyah Riffa,i


Arsip Blog