Kamis, 25 April 2013

Kejadian Di Masa Kecil Abah Guru Sekumpul


Orang yang dimulaikan Allah SWT dari masa kecilnya sudah dipelihara Allah dari perkara-perkara yang tidak disukai agama . Ini sudah sunatullah setiap orang yang bakal menjadi orang mulia dan membawa manfaat bagi orang banyak perjalanan hidupnya selalu penuh cobaan dan pemeliharaan. Begitu juga yang dialami abah guru ketika masa kecilnya >>> Mari kta simak ,,,

Kejadian di Bioskop Kayu Tangi

Kejadian ini bermula ketika pamannya abah guru ( Sebutlah Qusyairi waktu kejadian ini nama beliau belum berganti ) . Paman bermaksud mengajak Qusyairi jalan-jalan ke Pasar Martapura sekaligus menonton film di Bioskop Kayu Tangi, sehingga ia meminta izin kepada Abdul Ghani terlebih dahulu.

Sebenarnya Abdul Ghani ( Abah Qusyairi ) merasa keberatan puteranya diajak jalan-jalan ke pasar apalagi sampai menonton film di Bioskop, namun tidak enak menolaknya Dengan perasaan berat Abdul Ghani mengabulkan permintaan sepupunya, tapi dengan syarat pulangnya jangan terlalu larut malam.
Mereka berdua melewati jalan menuju pusat kota Martapura. Sesampai di Jalan Kayu Tangi, keduanya membelokkan langkah ke sebuah tempat yang telah ramai dikerumuni orang yaitu loket penjualan tiket masuk ke bioskop Kayu Tangi .
Setelah membeli dua tiket itu , pamannya menggandeng Qusyairi menuju ke arah penjaga pintu. Kemudian mereka masuk ke dalam gedung yang gelap. Jauh di muka nampak layar putih disoroti cahaya menimbulkan siluet gambar hidup, tampaknya sebentar lagi tayangan utama akan dimulai. Qusyairi yang sebelumnya tak pernah tahu tentang bioskop hanya bisa terpaku di tempat duduknya. Matanya tak sedikitpun berkedip mengarah pada film yang sedang ditayangkan. Tak berapa lama mendadak semua berubah menjadi gelap-gulita. Suasana mulai gaduh, terdengar suara makian yang sambung menyambung dari kiri kanan bahkan dari seluruh penjuru gedung.
“Maaf para penonton, tayangan tidak bisa dilanjutkan berhubung mesin rusak.”
Akhirnya pertunjukkan filmnya tidak bisa dilanjutkan dan para penonton keluar dengan bersesak-sesakan sambil menyimpan rasa kecewa dihatinya .
Ini suatu kejadian masa kecil Qusyairi dijauhkan dari perkara-perkara yg tidak baik menurut agama dan Selang beberapa waktu terdengar kabar bioskop Kayu Tangi itu roboh .
Sering abah guru berkata “ Ini batis kiriku bengkak gara-gara dulu waktu kecil bisa masuk bioskop kayu tangi di Martapura “ padahal belum sempat menonton filmnya sudah begitu yang dirasakan abah guru kifaratnya … Subhanallah

Pergi Menonton Layar Tancap
Beberapa waktu setelah kejadian tersebut, akan ada pemutaran layar tancap di lapangan Bumi Selamat Martapura pada malam Minggu. Kabar ini disampaikan kepada Qusyairi disertai ajakan untuk pergi melihatnya. Qusyairi senang mendengar ajakan neneknya itu, dan segera minta ijin kepada ayah dan ibunya.
Ajakan tersebut tidak lain karena Salabiah melihat cucunya tidaklah sebagaimana anak sebaya yang dapat mencari hiburan dengan bermain-main. Sehari-hari hanya digunakan dengan belajar di Madrasah, malamnya membaca Al-Qur’an di tempat Guru Hasan, dan sisanya terkadang dihabiskan untuk mengulangi pelajaran dan membantu ayahnya di sawah. Salabiah ingin sekali mengajak cucunya untuk pergi jalan-jalan, namun kehidupan sedemikian susah hingga uang yang terkumpul hanya cukup untuk dimakan sehari-hari.
Malam Minggu tiba, mereka berdua akhirnya pergi ke Lapangan Bumi Selamat usai Shalat Isya. Tempat itu telah dipenuhi dengan lautan manusia bercampur dengan para pedagang yang sedang mengais rezeki. Mereka kemudian bermaksud duduk agak jauh dari Layar Tancap. Mereka mendapati tempat tersebut dan duduk melepas lelah sambil menunggu film dimulai.
Malang tak dapat dikira, seketika sarung yang dikenakan Qusyairi tiba-tiba basah, ia segera mengusap sarung tersebut dan mengendus tangannya yang basah. Rupanya tempat duduk mereka di rerumputan adalah bekas orang kencing. Qusyairi langsung berkata pada neneknya : “Ni, tapih ulun basah, ulun teduduki bekas urang bekamih, kita bulikan ja ni ai!” (Nek, sarung yang saya pakai basah, tempat yang saya duduki bekas orang kencing, kita pulang saja ya nek!) Mereka kemudian memutuskan pulang ke rumah, dan tidak jadi berhibur diri menyaksikan layar tancap.
Mengingat kejadian-kejadian yang menimpa cucunya tersebut, terbayanglah di benak Salabiah petuah Tuan Guru Zainal Ilmi “Di rumah ada saikung pun, peliharapun, peliharapun.”
Moga bisa jadi ilmu , hikmah untuk kita ikuti akhlak mulia ini dan kita mendapatkan berkah abah guru karena ada cinta dan mengisahkan perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah bagi kita … aamiin

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar