Minggu, 08 Oktober 2017

Kisah Ulama Sufi dan Burung yang Patah Sayapnya


Ibrahim bin Adham adalah seorang ulama Sufi yang terkenal zuhud. Pada awalnya, beliau adalah anak seorang raja. Suatu ketika beliau ditanya oleh muridnya, Syaqiq al-Balkhi, tentang awal pengembaraan spiritualnya.

Syaqiq bertanya, "Guru, bagaimana awal perjalanan spiritual Anda hingga mencapai maqam kezuhudan sekarang ini, dan meninggalkan kemilau kehidupan dunia, padahal Anda anak seorang raja?"

Ibarhim bin Adham menjawab, "Suatu ketika aku berjalan di tengah padang pasir. Di tengah padang pasir itu aku menemukan seekor burung yang kedua sayapnya patah. Ia tidak bisa terbang untuk mencari makan. Akan tetapi, anehnya, ia bisa bertahan hidup. Akhirnya aku berpikir. Burung yang kedua sayapnya patah ini makannya dari mana?


Pada saat aku berpikir demikian, tiba-tiba ada burung terbang datang menghampirinya. Di mulutnya mengapit seekor belalang. Lalu, belalang itu ia taruh di kaki burung yang tak berdaya itu. Kemudian burung yang patah sayap itu pun memakan belalang itu.

Dari peristiwa itu aku mengambil pelajaran tentang kehidupan, aku tinggalkan semua harta benda dan kekayaan duniawi, lalu aku berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah Swt.

Ibrahim bin Adham berkata kepada Syaqiq al-Balkhi, "Mengapa engkau tidak berusaha menjadi pemberi makan orang-orang yang tidak berdaya? Sehingga engkau akan menjadi lebih utama daripada mereka. Apakah engkau tidak mendengar sabda Nabi Saw, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah." Di antara tanda-tanda seorang Mukmin adalah mencari derajat yang lebih tinggi di antara dua derajat yang ada di segala urusan, sehingga mencapai derajat orang-orang yang berbakti kepada Allah."

Mendengar nasihat itu, Syaqiq al-Balkhi menjadi terharu, dan sambil mencium tangan sang guru ia berkata, "Engkau benar-benar guru kami."

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog